jpnn.com, JAKARTA - Perkumpulan Advocat Bantuan Hukum dan Demokrasi (Perabhdi) siap memberikan bantuan kepada masyarakat miskin yang terjerat perkara hukum. Ketua Umum Perabhdi Ihwaludin Simatupang mengatakan, selama ini banyak warga miskin yang terjerat hukum tapi minim mendapatkan bantuan. Mereka kadang terhambat persoalan biaya dan akses dari bantuan hukum itu sendiri.
“Kami ingin menjadi mitra lembaga bantuan hukum universitas dan biro bantuan hukum fakultas supaya ketika ada kasus yang menimpa masyarakat kecil, dapat dibantu advokat,” ujar Ihwaludin didampingi Sekjen Perabhdi Denny Lubis, Wasekjen Benny Haris Nainggolan, Waketum Irwan Syahrizal dan Bendum Dicky Lubis di Jakarta, Jumat (10/11).
BACA JUGA: Jumlah Warga Miskin Bertambah, nih Buktinya
Perabhdi akan membangun struktur mulai dari provinsi, hingga kabupaten/kota. Yang terdekat, akan segera dideklarasikan di lima provinsi, yakni DKI Jakarta, Riau, Sumatera Utara, Aceh, dan Jawa Barat. Kehadiran Perabhdi hingga ke kabupaten/kota akan mendekatkan masyarakat kecil dalam akses mendapatkan keadilan.
“Kami berharap lewat lembaga ini teman-teman advokat yang ingin memberikan bantuan hukum kepada masyarakat miskin dapat dikoordinasikan bersama-sama,” katanya.
BACA JUGA: Kepemimpinan Lemah, Target Pertumbuhan Ekonomi Gagal
Dia menjelaskan Perabhdi merupakan mitra organisasi profesi advokat lainnya. Mereka tidak memandang latar belakang organisasi, baik itu Peradi, KAI maupun Ikadin. Organisasi lain boleh saja bergabung.
Ihwaludin memastikan ini tidak akan tumpang tindih dengan program Probono Peradi. Menurut dia, semakin banyak yang memberikan bantuan hukum kepada masyarakat miskin akan makin baik.
BACA JUGA: Alokasi Dana Desa 2018 Diubah, Daerah Miskin Dapat Banyak
“Kami berharap semua organisasi profesi bisa memberikan akses keadilan masyarakat,” katanya.
Ihwaludin juga mengatakan, pentingnya bekerja sama dengan universitas dan biro bantuan hukum fakultas karena secara politik dan sosial mereka memiliki kekuatan sendiri dalam memberikan bantuan kepada masyarakat. Karena itu, kiprah mereka diharapkan dapat menstimulus pemerintah sehingga akses keadilan untuk masyarakat miskin dapat ditegakkan.
“Diketahui atau tidak, banyak sekali orang yang kena sanksi hukum tanpa ada pembelaan yang cukup maksimal,” katanya.
Dia mencontohkan, kasus Fidelis di Sanggau, Kalimantan Barat. Menurut dia, kalau dari awal biro hukum universitas maupun fakultas sudah menangani ini tentu sangat menarik. Sebab, kalau dari perguruan tinggi yang memberikan bantuan hukum maka akan berdampak lebih besar. Belum lagi, kasus-kasus seperti Nenek Aisyah yang dituduh mencuri, seharusnya bisa diberikan bantuan hukum. Penegak hukum juga didorong melihat dimensi sosial dalam menegakkan aturan.
“Tidak semua harus dengan pemidanaan. Mungkin saja perbuatan-perbuatan itu terjadi karena faktor ketidaktahuan maupun ekonomi,” katanya.
Denny Lubis menambahkan, secara substansi Perabdhi merupakan wadah advokat yang tidak melihat dari mana asal mereka. Tapi, tegas Denny, misinya adalah sama yakni memberikan bantuan hukum kepada masyarakat miskin.
“Kalau di dalam undang-undang itu bantuan hukum biaya cuma-cuma. Tapi, kami bukan dari aspek biayanya, tapi kami akan semaksimal mungkin memberikan bantuan hukum kepada mereka,” katanya.
Dia mengatakan, meski UU mengatur masyarakat yang ancaman pidananya di atas lima tahun penjara berhak mendapatkan bantuan hukum, maka Perabdhi akan berupaya melakukan terobosan.
“Kami tidak melihat itu. Kalau ada orang miskin yang ancaman hukumannya tidak sampai lima tahun pun kami akan bantu,” tegas Denny.
Dia menambahkan, siap mencarikan solusi bagi advokat yang kesulitan karena biaya pendidikan menjadi mahal.
“Kami siap mencarikan solusinya, sehingga nanti bisa dilantik sesuai dengan UU Advokat,” tegasnya.
Selain itu, dia menambahkan, ketika advokat mengalami persoalan hukum, pihaknya akan siap mendampingi.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bocah SD Patungan Bedah Rumah Nenek Sebatang Kara
Redaktur : Tim Redaksi