PERADI Harus Rumuskan Sanksi Constitutional Disobedince

Selasa, 23 Maret 2021 – 22:26 WIB
Mantan Panitera MK Zainal Arifin Hoesain menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar PERADI. Foto: Dok Humas PERADI

jpnn.com, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal PERADI sebagai wadah tunggal tidak digubris Mahkamah Agung (MA). Tindakan itu dinilai sebagai pembangkangan terhadap konstitusi (constitutional disobedince).

Mantan Panitera MK Zainal Arifin Hoesain mengatakan hukum itu harusnya menjadi panglima atau pemandu dalam bernegara.

BACA JUGA: Ketum Peradi: Sudah Seharusnya UU ITE Direvisi karena Banyak Multitafsir

Adapun untuk memberikan sanksi atas pembangkangan konstitusional (constitutional disobdince), setidaknya bisa dilakukan melalui dua cara.

Pertama, penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court) dan kedua dari sisi sumpah jabatan.

BACA JUGA: Pimpin Peradi SAI, Juniver Diyakini Bisa Jadi Tokoh Pemersatu

"Kan sumpah jabatannya memegang dan melaksanakan segala perundang-undagan dengan sebenar-benarnya dan selurus-lurusnya," ujar dalam keterangannya, Selasa (23/3).

Lantas, bagaimana kalau orang itu bukan pejabat?

BACA JUGA: PERADI SAI 2020 – 2025 Siap Menghadapi Transformasi Digital

"Bagaimana cara daya paksanya sehingga menuruti putusan. Ini yang masih belum ketemu. Apakah ada batas faktum seperti TUN, bisa direplikasi putusan TUN itu dengan batas waktu," katanya.

Opsi lainnya, yakni seperti yang biasa dicantumkan dalam undang-undang. Sampai 30 hari kalau presiden tidak mau mengundangkan maka dengan sendirinya hukum yang sudah disepakti menjadi UU dengan nomor tersendiri. "Kalau sifatnya presiden, ya ditambah dengan contempt of court," katanya.

Zainal berpendapat, perlu perubahan soal perintah atau amar agar MA tunduk melaksanakan putusan MK yang bersifat final dan mengikat.

"Biar tidak bisa constitutional disobedince, sehingga perlu adanya pengaturan contitutional court," ujarnya.

Dia pun meminta PERADI di bawah pimpinan Otto Hasibuan harus mendorong pengaturan constitutional disobedience dalam peraturan perundang-undangan.

Saat ini, dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan hanya diatur Putusan MK sebagai tindak lanjut dalam materi peraturan perundang-undangan.

"Hanya saja, bagaimana jika tidak dilaksanakan. PERADI sebagai advokat yang memiliki ide besar dalam hukum, harus memberikan ide tentang bentuk sanksi apabila terjadi constitutional disobedience terhadap Putusan MK, baik itu berupa contempt of court atau pelanggaran sumpah jabatan," jelasnya. (cuy/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler