Peran Penting Apoteker Dalam Mendorong Pendekatan Pengurangan Risiko Tembakau

Rabu, 04 Desember 2019 – 13:58 WIB
Pekerja di pabrik rokok. Foto: Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran, Ardini Raksanagara, mengatakan apoteker memiliki peran kunci dalam mensosialisasikan pendekatan pengurangan risiko tembakau secara aktif.

“Apoteker harus memahami apa saja dampak dari rokok dan mengerti solusi apa yang bisa diberikan untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satunya adalah melalui penerapan pendekatan pengurangan risiko bagi perokok dewasa,” kata Ardini.

BACA JUGA: Ahli Patologi Beralih Dari Rokok ke Produk Tembakau Dipanaskan

Sejumlah negara maju, seperti Inggris, Selandia Baru, Jepang dan Korea Selatan telah melakukan penelitian ilmiah yang komprehensif mengenai produk tembakau alternatif dan menerapkan pendekatan pengurangan risiko ini di negaranya. 

“Seharusnya hal ini juga dilakukan di Indonesia agar para perokok dewasa mendapatkan informasi yang akurat tentang produk tembakau alternatif. Para apoteker juga memiliki peran penting di sini,” tuturnya.

BACA JUGA: GEBRAK Minta Pemerintah Atur Produk Tembakau Alternatif

Dia menambahkan apoteker bisa memberikan konsultasi kepada perokok dewasa yang ingin beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko.

“Jika tidak bisa berhenti merokok, maka diperlukan perlakuan yang berbeda dengan yang ingin berhenti merokok. Yang paling baik itu memang berhenti merokok atau tidak menggunakan produk yang mengandung nikotin sama sekali. Tapi, riset sudah membuktikan jika para perokok langsung berhenti tanpa bantuan apapun, tingkat kesuksesannya hanya sekitar lima sampai tujuh persen. Sehingga kalau sulit berhenti, perokok dewasa bisa dibantu agar beralih ke produk tembakau alternatif,” jelas Ardini.

BACA JUGA: Gebrak Ajak Masyarakat Perangi Asap Rokok

Ardini menjelaskan bahwa produk tembakau alternatif terdiri dari rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, nikotin tempel, dan lainnya.

“Nah, seringkali publik menganggap bahwa rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan adalah produk yang sama. Faktanya kedua produk tersebut berbeda,” terangnya.

Sementara, Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), Amaliya, menambahkan bahwa rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan itu berbeda, meski keduanya memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai alat pengantar nikotin.

Perbedaan mendasar antara rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan adalah pada bahan baku yang digunakan dan cara kerjanya. Pada rokok elektrik, bahan bakunya berupa cairan nikotin yang berasal dari tembakau atau bisa dari sumber lainnya.

Cairan tersebut dipanaskan oleh atomizer atau sebuah sistem pemanas di dalam rokok elektrik. Meski mengandung nikotin, rokok elektrik tidak menghasilkan TAR karena cairan nikotin tersebut diproses dengan cara dipanaskan bukan dibakar.

Sedangkan pada produk tembakau yang dipanaskan, bahan baku yang digunakan adalah tembakau asli yang dibentuk menyerupai batang rokok atau yang disebut sebagai batang tembakau.

Lalu, pada proses penggunaannya, batang tembakau itu dipanaskan pada suhu tertentu yang tidak melewati batas suhu pembakaran, sehingga produk tersebut menghasilkan uap yang mengantarkan nikotin.

Karena tidak ada proses pembakaran, maka produk tembakau yang dipanaskan tidak menghasilkan TAR dan memiliki jumlah zat kimia berbahaya yang lebih rendah daripada rokok.

Hal ini juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan Institut Federal Jerman untuk Penilaian Risiko (German Federal Institute for Risk Assessment atau BfR) pada 2018 lalu.

Hasil riset itu menyatakan produk tembakau yang dipanaskan memiliki tingkat toksisitas (tingkat merusak suatu sel) yang lebih rendah hingga 80 sampai 90 persen daripada rokok.

“Jadi masyarakat perlu memahami lebih lanjut bahwa produk tembakau alternatif itu beragam dan memiliki perbedaan dari setiap jenisnya, seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan itu berbeda. Bahwa jumlah inti sel kecil pengguna rokok elektrik cenderung sama dengan non perokok, dan dua kali lebih rendah daripada perokok aktif,” tandas Amaliya.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler