jpnn.com, JAKARTA - Alokasi belanja pemerintah yang dipatok dalam APBN selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2024 ini, alokasi belanja pemerintah di APBN dipatok pada angka Rp 3.325,1 triliun atau meningkat 6,4 persen dibandingkan anggaran pada 2023.
Dari jumlah itu, sebesar Rp 1.090,8 triliun merupakan alokasi belanja bagi kementerian/lembaga (K/L). Sisanya adalah alokasi belanja non-K/L sebesar Rp 1.376,7 triliun dan dana transfer ke daerah sebesar Rp 857,6 triliun.
BACA JUGA: Pj Gubernur Agus Fatoni Apresiasi Operasi Pasar Perwakilan BPKP Sumsel
Lantas, bagaimana dana jumbo itu bisa digunakan sesuai peruntukan dan benar-benar demi kepentingan rakyat? Kuncinya ada pada pengawasan.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pun punya peran strategis dalam pengawasan atas penggunaan dana negara itu. Sebagai lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) di bawah presiden, BPKP bertugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara atau daerah dan pembangunan nasional.
BACA JUGA: Nilai Maturitas SPIP Kemenag Memelesat, BPKP: Rapor Baik
Komitmen BPKP ialah membangun dan menyelenggarakan pembinaan kompetensi pengawasan intern yang berkualitas baik bagi auditor maupun pimpinan entitas audit. Simpelnya, BPKP merupakan auditor internal pemerintah.
Pengawasan intern yang berkualitas pun menjadi bagian krusial dalam upaya menciptakan pengelolaan keuangan negara atau daerah yang efektif dan akuntabel. Uang rakyat tentu tak boleh mubazir, apalagi mengumpulkannya juga bukan hal mudah.
BACA JUGA: Teken Kerja Sama dengan BPKP, Pemprov Jateng Akan Memiliki Laboratorium Manajemen Risiko
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun pernah mewanti-wanti soal itu. Presiden Ketujuh RI itu menginginkan setiap rupiah yang dibelanjakan dari APBN, APBD, maupun BUMN benar-benar produktif dan memberikan manfaat konkret bagi masyarakat.
"Cari uangnya sangat sulit, baik itu lewat pajak, PNBP (penerimaan negara bukan pajak, red), royalti, dividen, tidak mudah," ujar Presiden Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengawasan Intern Tahun 2023 pada 14 Juni tahun lalu di BPKP.
Jokowi juga mengingatkan para Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) memelototi belanja pemerintah demi mencegah kebocoran. Perintahnya ialah orientasi pengawasan bukan pada prosedurnya, melainkan pada hasilnya.
Menurut Jokowi, masih banyak penggunaan dana APBN dan APBD yang berpotensi tidak optimal. Hal yang membuatnya kesal ialah anggaran yang digunakan secara tidak optimal mencapai 43 persen. “Itu (43 persen anggaran tidak optimal, red) bukan angka yang sedikit," ujar Jokowi.
BPKP pun menangkap pesan dari Jokowi. Bagi BPKP, pengawasan internal yang ideal berarti mampu membantu pengelolaan risiko, mengidentifikasi permasalahan sebelum kondisi memburuk, dan merekomendasikan penyelesaian atas permasalahan sedini mungkin.
Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh menjelaskan pengawasan yang dilakukan lembaganya mencakup 86 kementerian/lembaga, 542 Pemda, dan 27.190 desa. Selain itu, BPKP juga mengawasi 211 Proyek Strategis Nasional (PSN), 326 proyek pembangunan lainnya, 114 BUMN termasuk anak perusahaannya, dan banyak lainnya.
Menurut Yusuf Ateh, BPKP pada 2023 melakukan 20.783 kegiatan pengawasan yang terbagi menjadi 16.471 kegiatan assurance, seperti audit, reviu, evaluasi, dan monitoring. “Sisanya, sebanyak 4.312 merupakan kegiatan consulting yang menyasar perbaikan tata kelola dan pengelolaan keuangan negara," ucapnya.
Berbeda dengan lembaga pengawas eksternal, BPKP melaksanakan kegiatan yang bersifat preventif atau pembinaan dan tidak sepenuhnya bersifat audit atau represif.
Sosialisasi, asistensi atau pendampingan, dan evaluasi memang merupakan kegiatan yang menjadi garapan BPKP. Namun, BPKP juga melakukan audit investigatif dalam membantu aparat penegak hukum menghitung kerugian keuangan negara.
Sepanjang 2023, kegiatan pengawasan yang dilakukan BPKP atas program pemerintah, baik PSN, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial, telah berkontribusi positif bagi keuangan negara sebesar Rp 67,09 triliun.
Kontribusi itu terbagi ke dalam tiga kategori. Pertama ialah kontribusi berupa efisiensi belanja negara atau penghematan sebesar Rp 15,56 triliun.
Kontribusi kedua berasal dari penyelamatan dana APBN yang sudah keluar dari kas negara. Jumlahnya mencapai Rp 21,90 triliun. Terakhir, kontribusi dari optimalisasi potensi penerimaan negara/daerah. Angkanya mencapai Rp 29,3 triliun.
Ateh menambahkan BPKP juga telah menyusun Agenda Prioritas Pengawasan (APP) 2024 untuk menjaga akuntabilitas dan tata kelola pemerintah pusat maupun daerah.
APP 2024 yang mengusung tema ‘Independen Mengawasi, Pembangunan Terakselerasi’ sebagai bentuk gambaran produk pengawasan yang akan dihasilkan BPKP selaku auditor profesional dan responsif dalam mengawal kebutuhan negara.
"APP 2024 fokus pada tujuh sektor strategis pembangunan yang dijabarkan dalam 25 tema dan 86 topik prioritas pengelolaan keuangan dan pembangunan nasional," tambahnya.
Meski BPKP telah merancang APP, pengawasan internalnya tidak hanya mengacu pada agenda tersebut, tetapi juga menyesuaikan diri dengan lingkungan strategis dan dinamika kebutuhan.
Untuk itu, pelaksanaan pengawasan BPKP pada tahun ini mengedepankan kecepatan, ketepatan waktu, dan mengutamakan pencegahan kebocoran keuangan negara.
Ateh menuturkan BPKP juga memperhatikan tiga aspek dalam membuat desain pengawasan. Aspek pertama ialah menetapkan tujuan yang jelas dan menyamakan persepsi tentang tujuan tersebut. Aspek kedua ialah mendesain data yang dibutuhkan. Ketiga, mengumpulkan data tersebut.
BPKP pun berkomitmen menindaklanjuti arahan Presiden Jokowi dalam mengawal program strategis pemerintah melalui pendekatan pengawasan yang berorientasi hasil. Hal yang tetap menjadi pegangan BPKP ialah menjaga akuntabilitas serta tata kelola keuangan dan pembangunan agar bermanfaat sebesar-besarnya bagi rakyat.
Salah satu komitmen itu ditunjukan dalam bentuk pengawasan yang dirangkum dalam APP 2024. Garis besar APP 2024 tidak hanya pada bidang pembangunan infrastruktur, tetapi juga pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Untuk melaksanakan tugas yang tak mudah itu, BPKP tidak bisa melakukannya sendirian. BPKP membuat banyak nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan kementerian/lembaga maupun pemda.
MoU tersebut pada umumnya membantu mitra kerja BPKP untuk meningkatkan kinerja dalam rangka mencapai tata kelola yang baik. Salah satu contohnya ialah nota kesepahaman antara BPKP dengan Kementerian BUMN.
Tujuan MoU itu ialah mewujudkan tata kelola yang baik, manajemen risiko yang efektif, dan pengendalian intern yang mampu menekan risiko kecurangan di lingkungan Kementerian BUMN dan BUMN.
Tak hanya itu, BPKP juga bersinergi dengan Kejaksaan Agung dalam upaya pemberantasan korupsi. Ikhtiar itu mengantar Yusuf Ateh menerima penghargaan R Soeprapto Award dari Jaksa Agung Burhanuddin.
Penghargaan itu merupakan wujud nyata kolaborasi dan sinergi antara Kejaksaan Agung dengan BPKP. Selain itu, penghargaan tersebut juga memperlihatkan komitmen dan keseriusan semua dalam memprioritaskan pemberantasan korupsi.
BPKP juga menjalin sinergi dengan auditor eksternal, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam mencegah kerugian negara. Sinergi itu demi menjaga pengelolaan keuangan negara terus berjalan transparan dan akuntabel.
Pelaksanaan pemeriksaan yang dilaksanakan BPK dan pengawasan yang dilakukan BPKP memiliki tujuan yang sama, yaitu mengawal akuntabilitas keuangan negara. Untuk itu, kedua belah pihak bersinergi dan berkolaborasi dalam perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan/pengawasan, tindak lanjut hasil pengawasan/pemeriksaan, serta pengembangan kompetensi atau kapasitas kelembagaan.
BPKP juga mendapatkan dukungan dari parlemen. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah menyebut BPKP merupakan mata dan telinga pemerintah dalam melakukan pengawasan penggunaan APBN maupun APBD.
Tak hanya itu, BPKP juga menjadi tempat bagi kementerian, lembaga, dan pemda untuk berkonsultasi tentang pelaksanaan program serta penggunaan anggaran, mitigasi risiko, dan akuntabilitas penggunaan keuangan negara.
"Kita berharap BPKP menjadi layer utama bagi pemerintah untuk mendorong seluruh kementerian, lembaga, dan pemda agar compliance (kepatuhan, red) terhadap keseluruhan ketentuan," kata Said.
Legislator kawakan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Komisi Keuangan DPR itu meyakini jika BPKP bisa memaksimalkan peran tersebut, penyalahgunaan keuangan negara bisa di antisipasi oleh pemerintah sendiri, sehingga BPK akan berfungsi menjadi kekuatan pelapis.
"Sistem pengawasan yang dibangun oleh BPKP harus bisa melakukan deteksi dini atas kemungkinan adanya fraud (tindak pidana, red) dan didukung dengan sistem pengawasan berbasis teknologi informasi yang mempuni, serta penggunaan artificial intelligence," tuturnya.
Namun, Said juga mendorong BPKP lebih berani dan proaktif menjalankan peran mitigasi risiko, senantiasa membuka ruang konsultasi, dan menyediakan pendampingan atas pelaksanaan program program oleh kementerian, lembaga, dan pemda.
“Dengan begitu, seluruh jajaran BPKP bisa menjadi teladan sekaligus role model tentang pelaksanaan tata kelola good governance bagi kementerian, lembaga, dan pemda,” katanya.
Anggota Komisi XI DPR Putri Komarudin juga punya harapan serupa. Harapan itu juga menilik kinerja positif BPKP selama 2023.
“Melalui peran pengawasan BPKP, kita dapat mencegah pemborosan anggaran sehingga terjadi penghematan belanja negara, termasuk mengidentifikasi potensi penerimaan negara/daerah yang masih bisa digali dan dioptimalkan," kata Putri Komarudin.
Dia juga berharap BPKP bisa terus mengawal program-program strategis pada masa-masa akhir pemerintahan Presiden Jokowi. Selain mengusung program yang bersifat pembangunan fisik termasuk PSN dan proyek IKN, pemerintah juga masih punya tanggungan tentang pengentasan kemiskinan ekstrem dan penurunan tengkes (stunting).
Putri Komarudin pun menegaskan peran BPKP sangat krusial agar penggunaan anggaran menghasilkan output yang konkret dan produktif.
“Belanja pemerintah harus menciptakan nilai tambah, mendorong investasi dan lapangan kerja, serta mengungkit pertumbuhan ekonomi," ujar Putri. (Mcr8/jpnn.com)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Kenny Kurnia Putra