jpnn.com, JAKARTA - Persidangan kasus narkoba dengan terdakwa Irjen Teddy Minahasa Putra akan kembali bergulir pada Jumat (28/4).
Persidangan itu digelar dengan agenda sidang pembacaan duplik. Menuju sidang duplik ini publik dihebohkan dengan pernyataan Teddy Minahasa yang menyebut dirinya telah menjadi korban industri hukum.
BACA JUGA: Ini 4 Fakta di Balik Pleidoi Teddy Minahasa, Singgung soal Konspirasi dan Perang Bintang
Teddy Minahasa dengan tegas mengatakan kasus narkoba yang menjeratnya sengaja direkayasa untuk menjatuhkan dirinya.
"Semua tuduhan rekayasa dan konspirasi terhadap diri saya pada kasus ini hanyalah berdasarkan testimonium yang sama sekali tidak bisa dibuktikan oleh penyidik maupun jaksa penuntut umum. Juga tidak pernah dibuktikan secara scientific investigation baik pembuktian secara formil maupun materiil," kata Teddy Minahasa dalam persidangan beberapa di PN Jakarta Barat pada Kamis, 13 April lalu.
BACA JUGA: Polri Diguncang Isu Konsorsium Tambang, Jokowi Diminta Tuntaskan Perang Bintang
Kasus narkoba Teddy Minahasa ini juga mendapat sorotan dari berbagai pihak, pakar hingga masyarakat luas.
Terbukti dari hasil survei yang dirilis lembaga survei Indikator beberapa waktu lalu, pada Minggu 27 November 2022 lalu.
BACA JUGA: Ungkap Sederet Prestasinya, Teddy Minahasa: Apa Mungkin Saya Jualan Sabu?
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi membeberkan hasil survei terkait kasus kasus narkoba Irjen Teddy Minahasa.
Burhanuddin menyebutkan ada 39% persen responden yang mengetahui pemberitaan terkait Irjen Teddy Minahasa.
Dari mereka yang mengetahui, sebanyak 64,7% berpendapat Kapolri tak pandang bulu menindak bawahannya.
Sementara sebanyak 8,4 persen memilih tidak menjawab. Menurut Burhanuddin, dari responden yang tahu berita soal kasus Irjen Teddy Minahasa, sebagian berasumsi jika ada persaingan tak sehat di kubu Polri.
"Sebanyak 64,7 persen mayoritas dari yang tahu juga setuju bahwa terbongkarnya kasus ini menunjukkan adanya persaingan antarkelompok dalam tubuh Polri yang tidak sehat, 58,8 persen," ujarnya
Mencermati hasil survei dan pernyataan Teddy Minahasa pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel secara khusus mengungkap hasil analisanya.
Menurutnya, apa yang disampaikan Jenderal Teddy Minahasa mengindikasikan bahwa kasus yang menjerat mantan Kapolda Sumatera Barat itu mengindikasikan adanya perang bintang di tubuh kepolisian.
"Dugaan tentang ini (perang bintang di tubuh Polri) pun sudah saya kemukakan sejak Oktober tahun lalu, jauh sebelum persidangan dimulai," kata ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel dalam keterangannya
Reza menambahkan perang bintang seperti itu bisa memiliki akibat yang positif tetapi juga bisa sangat berbahaya karena saling memangsa antaranggota Polri.
"Keberadaan klik (clique) atau subgrup di internal kepolisian sudah cukup banyak dikaji. Jika antarklik itu saling berkompetisi secara konstruktif, maka ini berdampak positif bagi masyarakat. Apabila antar-subgrup di dalam tubuh kepolisian itu bersaing dengan cara destruktif, maka hal tersebut bisa merusak kohesivitas organisasi kepolisian. Kalau institusi kepolisian sudah pecah belah, maka publik yang merasakan mudaratnya," sambungnya.
Reza juga mengungkapkan bahwa seluruh dakwaan terhadap Tedy Minahasa rapuh.
“Pembuktian bahwa Teddy Minahasa melakukan perbuatan yang didakwakan, itu pembuktiannya rapuh," ucapnya dikutip dari kanal Bravos Radio Indonesia di YouTube pada Rabu (26/4)
Sebelumnya, pengamat kepolisian dari Institute for Security and strategic studies (ISESS), Bambang Rukminto pernah mengungkapkan bahwa bukan tidak mungkin ada faksi-faksi di internal Polri yang anggotanya bersaing satu sama lain.
Menurutnya bisa jadi Teddy Minahasa sengaja dijegal lantaran kariernya di kepolisian kian moncer setelah ditunjuk menjadi Kapolda Jawa Timur.
"Muncul asumsi bahwa kasus TM (Teddy Minahasa) hanya efek perang antar faksi di internal," kata Bambang pada Oktober 2022.
"Asumsi yang muncul di publik bukankah begitu (perang bintang, red) setelah muncul bagan Konsorsium 303 dan bagan-bagan yang lain," sambungnya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi