Perang Melawan COVID-19 Hasilkan Limbah Medis Berbahaya, Butuh Penanganan Khusus

Sabtu, 28 Agustus 2021 – 21:53 WIB
Edward Nixon Pakpahan dari Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Pelatihan Penguatan Gerakan Pramuka, Sabtu (28/8). Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pandemi COVID-19 tidak hanya menyebabkan banyak orang terinfeksi. Pandemi juga menghasilkan limbah medis yang tergolong bahan beracun dan berbahaya.

Setiap hal yang bersentuhan dengan pengidap COVID-19 harus diperlakukan sebagai benda infeksius.

BACA JUGA: Cegah Limbah Jarum Suntik Vaksin Covid-19, LIPI Ciptakan Alat Penghancur

"Harus dimusnahkan, dibakar," kata Edward Nixon Pakpahan dari Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Pelatihan Penguatan Gerakan Pramuka, Sabtu (28/8).

Kegiatan ini diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), dan Pusat Informasi Nasional Gerakan Pramuka.

BACA JUGA: Pemda Tolong Perhatikan Permintaan Wapres Soal Limbah Akibat COVID-19

Tenaga Ahli Menteri Kominfo Donny Budi Utoyo dan Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Kwarda DKI Jakarta Isnawa Adji juga hadir dalam pelatihan itu. Selain soal limbah, pelatihan itu juga membahas penyebaran disinformasi semasa pandemi.

Edward mengatakan, ada kenaikan limbah medis hingga 30 persen per hari selama pandemi berlangsung. Sebelum pandemi, rata-rata dihasilkan 400 ton limbah medis per hari. Jadi selama pandemi ini, limbah medis meningkat menjadi 520 ton per harinya.

BACA JUGA: Masalah Limbah Medis, Begini Respons Satgas Covid-19

Untuk penanganannya, Kementerian LHK membangun insenerator di berbagai daerah sejak tahun lalu. Pembangunan berbagai insinerator tambahan itu bisa memusnahkan total 150 ton limbah medis per hari.

"COVID-19 ini berbahaya, semua yang terkait harus ditangani serius. Masker, sekalipun tidak dipakai orang terpapar, harus ditangani dengan baik," kata Edward.

Masker menjadi salah satu sumber limbah medis paling banyak. Sebab, masker tidak hanya dipakai di lingkungan yang ada pengidap COVID-19. "Kami berharap kawan-kawan Pramuka bisa ikut membantu menyosialisasikan cara penanganan masker yang aman," ujar Edward lebih lanjut.

Masker yang sudah dipakai wajib dipotong dan disemprot dengan cairan disinfeksi. Setelah itu, baru dikemas secara aman sebelum dibawa ke tempat pemusnahan. "Semua limbah medis harus dimusnahkan," katany lagi.

Selain penanganan limbah medis, masalah yang harus ditangani adalah disinformasi. Selama pandemi, hampir 2.000 kabar hoaks beredar. Kabar palsu itu beredar luas ke berbagai lapisan masyarakat.

"Pramuka bisa membantu memberantasnya. Jika ada berita yang tidak jelas sumber dan kebenarnya, jangan disebar ke orang lain dengan alasan bertanya atau mengonfirmasi," ujar Donny.

Ia mengajak anggota Pramuka dan masyarakat luas rutin memeriksa covid19.go.id untuk mengetahui informasi terpercaya soal Covid-19. "Hoax sangat berbahaya. Banyak yang menjafi korban gara-gara percaya hoax," kata dia.

Setiap kabar palsu atau hoaks bisa menyebar hingga ke ribuan orang. Setiap orang bisa terlibat memutus penyebarannya dengan memeriksa setiap informasi yang diterima. Kini, semakin banyak tempat untuk memeriksa informasi terpercaya terkait COVID-19 pungkas Donny. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler