jpnn.com - KUPANG – Direktur Intelkam Polda NTT, Kombespol Musa Tampubolon mengungkapkan, paham radikal itu dimiliki seluruh masyarakat Indonesia. Namun dengan berlandaskan agama dan idiologi Pancasila, perasaan berontak itu bisa tersisihkan, bahkan mampu dikontrol.
“Misalnya sebagai polisi, saya punya perasaan untuk tidak mau ditugaskan di NTT. Namun karena ini tugas negara, saya harus taat sebagai warga negara yang baik. Mungkin ada juga teman-teman polisi yang punya perasaan seperti itu. Namun karena perintah, mereka tetap tunduk,” kata Musa Tampubolon saat Dialog bertajuk “Pencegahan Penyebaran Paham Radikalisme dan Terorisme di NTT” di Kupang, Senin (22/2).
BACA JUGA: E-KTP Sudah Mencapai 80 Persen
Pembicara lain dalam dialog ini adalah Imam Katolik Keuskupan Agung Kupang, Romo Leo Mali, Pr dan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi NTT, Sisilia Sona.
Sementara itu, Sisilia Sona mengatakan untuk menghindarkan diri dari pengaruh paham radikalisme, belajarlah agama pada ahlinya. Selanjutnya ketahui modus perekrutan mereka.
BACA JUGA: Anggota Tertembak Rekannnya Sendiri, Begini Reaksi Kapolda Lampung
“Hasil testimoni menyatakan, hanya dalam waktu 1x24 jam, lupa keluarga, lupa istri, lupa anak, lupa semuanya. Bahkan dia akan menjadi musuh paling kuat,” beber Sisilia.
Sisilia melanjutkan, orang-orang yang direkrut berusia 19 sampai 30 tahun. Mereka merekrut orang-orang yang menurut mereka, ke depan bisa menjadi kekuatan mereka ketika mereka menjadi sebuah negara seperti yang mereka impikan bersama.
BACA JUGA: Begini Kondisi Anggota Provost yang Tertembak Rekannya...
“Mereka tidak akan berhenti mengajak Anda sebelum Anda belum mengatakan iya. Itu cara mereka. Kalau sudah masuk, Anda sulit sekali untuk keluar dari kelompok itu. Dan kalau Anda keluar, Anda akan menjadi musuh besar mereka,” katanya.(cel/aln/fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... TERUNGKAP! Provost Itu Bukan Ditembak Bandar Narkoba, tapi...
Redaktur : Tim Redaksi