jpnn.com - Banyak suka duka yang dirasakan para honorer K2 tenaga kesehatan di masa pandemi COVID-19. Tidak hanya yang bertugas di rumah sakit besar, tetapi juga di puskesmas-puskesmas.
Setiap ada pasien datang, mereka waswas bila keluhannya batuk disertai sesak napas.
BACA JUGA: Pertama Kali dalam Sejarah, Harga Minyak AS Hancur Lebur, di Bawah Nol Dolar
Mesya Mohamad - Jakarta
Sarokah, perawat dari honorer K2 yang kini masih tetap masuk kerja di kala pemerintah menetapkan work from home (WFH).
BACA JUGA: Dengar Kabar Menggemparkan, Khofifah Kirim dr Kohar ke Temboro Magetan
Dia harus menggunakan alat pelindung diri (APD) seadanya setiap kali bertugas.
BACA JUGA: Komentar Guru Besar UGM tentang Cacing Tanah Keluar secara Massal
Perawat di Puskesmas Losari Brebes saat masa pandemi COVID-19. Foto: istimewa for JPNN
"Kami tetap bekerja, apalagi puskesmas kan fasilitas kesehatan tingkat pertama. Jadi kami yang harus maju duluan berhadapan dengan pasien," terangnya kepada JPNN.com, Selasa (21/4).
Sarokah memiliki beban banyak. Satu sisi harus memikirkan nasibnya sebagai pegawai honorer yang belum jelas. Sisi lain harus berada di garda terdepan melawan COVID-19.
"Saya honorer K2 kesehatan yang belum lulus PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) karena tahun lalu saya ikut tes tetapi ternyata Allah berkehendak lain. Saya ditakdirkan belum lulus," ucapnya.
Sarokah mengaku bingung, memikirkan bagaimana nasibnya yang belum berubah menjadi ASN.
Menunggu rekrutmen PPPK tahap dua, tetapi tidak tahu kapan dibuka.
"Sedih rasanya kalau pikirin itu. Yang lulus saja belum dapat SK, apalagi yang belum lulus? Saya bekerja di Puskesmas bertahun-tahun lamanya dengan penuh suka duka. Dan ini perjuanganku yang sangat melelahkan jadi honorer K2," tuturnya.
Icha, perawat di Puskesmas Losari Brebes. Honorer K2 yang sudah lulus PPPK ini bertahun-tahun lamanya melayani pasien.
Bahkan di masa pandemi harus tampil terdepan melawan COVID-19.
Terdakang timbul rasa jenuh dengan aktivitasnya ini. Sebab, tanggung jawab berat tetapi kesejahteraan minim. Belum lagi risiko berhadapan dengan pasien yang dikhawatirkan tertular Corona.
Icha juga sering dimarahi pasien ketika bertanya lebih lanjut tentang riwayat penyakit yang bersangkutan.
"Suka dimarahi pasien kalau dianggap terlalu menyelidiki. Padahal ini untuk melindungi semuanya dari penyebaran COVID-19," ucap Icha, yang ikut seleksi PPPK Februari 2019, tetapi hingga saat ini belum juga terbit NIP PPPK.
Sejatinya, para perawat ini waswas juga menghadapi pasien di masa pandemi. Mengingat, APD yang digunakan minim.
Icha mengungkapkan, ketika melayani pasien dengan keluhan batuk, demam, dan sesak napas, mereka langsung waswas. Khawatir kalau pasiennya sudah tertulari COVID-19.
"Kalau ada pasien datang minta dirawat dengan keluhan sesak napas, batuk, panas, wah dada ini rasanya bergemuruh banget. Takut jangan-jangan ini positif corona walaupun belum tahu sih pasiennya positif ato enggak. Namun, mau gimana lagi, mau tak mau harus dihadapi karena tugas perawat memang gitu," tutur Icha yang juga pengurus daerah Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Kabupaten Brebes.
Icha mengaku sadar betapa berat tugas perawat di masa pandemi COVID-19. Mereka harus menjalankan tugas ini dengan ikhlas karena sudah disumpah.
"Di sisi lain hati dan pikiranku juga bertanya-tanya kapan NIP PPPK dan SK bisa dikantongi. Jujur saja kami takut NIP PPPK dan SK hilang karena wabah corona," tandasnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad