Perbaiki Penerapan Perda Syariah!

Jika Dianggap Langgar HAM

Senin, 06 Desember 2010 – 09:59 WIB
Juru Bicara/Kapuspen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek. Foto: sam/jpnn

JAKARTA --   Juru Bicara/Kapuspen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek mengatakan, pemerintah tidak bisa membatalkan dua Peraturan Daerah (Syariah) Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang dinilai melanggar hak asasiDikatakan, jika yang dipersoalan adalah cara implementasi perda di lapangan, maka yang harus diperbaiki adalah caranya itu.

"Kalau memang karena pelaksanaannya syarat kekerasan, jangan perdanya yang dibatalkan

BACA JUGA: Sultan Sepuh Dukung Rakyat Jogja

Tapi pelaksanaannya yang harus dievaluasi
Karena, pemerintah pusat juga pasti menentang kekerasan," ujar Reydonnyzar Moenek di Jakarta, kemarin (5/12).

Donny, panggilan Reydonnyzar, mengatakan hal tersebut menanggapi pernyataan Human Right Watch (HRW) yang menilai dua perda Syariah di Provinsi NAD telah melanggar HAM karena sering kali diterapkan dengan cara yang kasar

BACA JUGA: Kaltim Tak Sudi Kirim Pembantu

Perda tersebut mengenai pelarangan ‘perbuatan bersunyi-sunyian' (khalwat) dan penerapan paksa persyaratan busana kepada penduduk muslim.

Menurut HRW, munculnya tindak pelanggaran dan kekerasan adalah akibat dari penerapan peraturan-peraturan tersebut, yang terkesan selektif atau tebang pilih
Bahkan, polisi syariah di NAD dan polisi disebutkan sering menangkap orang yang dituduh terlibat khalwat selama 24 jam, serta melakukan pemeriksaan dengan kasar disertai pelecehan seksual

Dijelaskan Donny, perda tersebut telah dikonsultasikan dengan memperhatikan keistimewaan daerahnya

BACA JUGA: PTT Ngotot Akan Temui Menpan

"Maka, memang sudah boleh diundangkan dan tidak bertentengan dengan regulasi lain," ujarnya.

Ditegaskan juga, perda tersebut tidak dapat dibatalkan oleh Kemendagri, karena saat ini Kemendagri hanya dapat langsung membatalkan perda yang terkait dengan pajak, retribusi, APBD dan tata ruang daerahDia menjelaskan, sesuai tingkatannya, perda merupakan penjabaran dari sebuah Undang-Undang (UU), yang dalam hal ini adalah UU Keistimewaan NAD untuk menggunakan Syariat IslamArtinya, perda tersebut memang dibuat berdasarkan keistimewaan NAD yang mengingat seluruh masyarakat NAD.

Dia menyarankan, jika memang ada keberatan dari adanya perda tersebut, harus dikomunikasikan alasannya dan latar belakang keberatan tersebut"Jangan karena pelaksanaannya, perdanya diminta dicabutKarena perda itu memang dibuat untuk mengatur masyarakat dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara," tegasnya(sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jumlah Penderita HIV/AIDS Melonjak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler