jpnn.com, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla membandingkan kondisi ekonomi pada tiga tahun politik, yakni 2004, 2009, dan 2014.
Pada 2004, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,01 persen yang lebih tinggi daripada tahun sebelumnya.
BACA JUGA: Target Pertumbuhan Ekonomi Terancam Tak Tercapai
Pada 2009, ekonomi memang turun, tetapi lebih karena krisis ekonomi global.
Sementara itu, pada 2014 memang turun daripada tahun sebelumnya. Akan tetapi, lebih baik jika dibandingkan dengan tahun setelahnya.
BACA JUGA: Wah, Dana PKH Naik Dua Kali Lipat di Tahun Politik
”Disebabkan harga komoditas dunia menurun,” ujar JK saat diskusi business lunch yang diadakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (2/8).
Pada saat tahun politik, ada banyak dana yang digelontorkan KPU maupun para calon legislatif. Misalnya, untuk pengadaan kertas suara dan alat peraga kampanye.
BACA JUGA: Lebih Enak Dengar Pesta Demokrasi Ketimbang Tahun Politik
Di sisi lain, para caleg juga melakukan pendekatan kepada para konstituennya.
”Belanja bagi-bagi uang ke rakyat itu terjadi. Akibatnya tentu konsumsi di pedesaan bisa naik, akibat momen tersebut,” ungkap JK.
Namun, dalam bidang investasi, memang para investor masih menunggu dan melihat perkembangan situasi.
Mereka menganalisis dampak bila Joko Widodo terpilih kembali atau Prabowo yang terpilih.
”Yang tentu akan terpengaruh investasi di bidang industri,” kata JK.
Menko Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, pemerintahan Jokowi-JK dimulai dengan fokus pengembangan ke infrastruktur. Dia menilai, itu adalah strategi pemerintahan yang jitu.
”Sebab, pada tiga tahun pertama pemerintahan ekonomi melambat. Kalau ekonomi melambat, Anda tawarkan investasi, bangun jembatan, bangun waduk, itu enggak perlu jualan. Itu non-tradable goods, dampaknya jauh lebih luas,” jelas Darmin.
Dia menyebutkan, saat ini ekonomi dunia mulai menggeliat kembali. Indonesia memang bukan negara yang nilai ekspornya besar.
Ekspor Indonesia dibanding produk domestik bruto (PDB) Indonesia masih sekitar 20 persen atau di bawah 50 persen.
”Kita akan ditinggal Thailand dan Malaysia. Oke, kita jawab kita akan permudah perizinan melalui OSS (online single submission, Red). Mari kita desain insentif fiskal supaya orang mau jualan,” tutur Darmin.
Dalam jangka pendek, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal kedua 2018 berada di 5,2–5,3 persen.
Namun, pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang selama ini berkontribusi paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih berada di bawah lima persen. (jun/rin/c25/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Membedah Peran Kelapa Sawit Bagi Pertumbuhan Ekonomi
Redaktur : Tim Redaksi