jpnn.com - JPNN.com - Industri perbankan berada di bawah sektor lain pada akhir tahun lalu.
Pengetatan likuiditas menyusul penarikan uang nasabah untuk membayar tebusan amnesti pajak menjadi penyebabnya.
BACA JUGA: Kredit Bermasalah Sektor Konstruksi Melebihi Batas BI
”Ya, bisa dibilang tahun paceklik bagi industri perbankan,” tutur Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara di Jakarta, Senin (2/1).
Dia menambahkan, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan masih lebih tinggi dibanding kredit Agustus tahun lalu.
BACA JUGA: Dana Pihak Ketiga Perbankan Nasional Tembus Rp 4.734 T
Tetapi, hingga periode sama tahun ini, justru kondisinya mengkhawatirkan.
Sebab, secara tren menukik drastis di bawah pertumbuhan kredit.
BACA JUGA: Likuiditas Perbankan Mengetat, BI Anggap Masih Aman
Nah, kalau ini terjadi 2-3 tahun ke depan, sektor usaha akan kesulitan mendapat likuiditas.
”Itu karena dana murah semakin menipis,” tambah Bhima.
Bhima melanjutkan, ada sejumlah faktor penyebab likuditas mengetat.
Antara lain banyak perusahaan atau nasabah menarik dana periode Oktober dan November untuk kepentingan tax amnesty.
Kondisi itu ditambah libur panjang Natal dan tahun baru.
”Penarikan dana merata pada seluruh bank BUKU 1, 2, 3, dan 4,” tegas Bhima.
Problem itu, sambung Bhima, kala banyak nasabah menarik dana bukan dari bank persepsi.
Kondisi itu membahayakan, terutama bank BUKU 1 dan 2 dengan likuiditas ketat. Apalagi dana repatriasi belum terealisasi penuh. Apalagi, aset tersimpan di luar negeri tidak sekadar uang tunai.
Artinya butuh waktu relatif panjang untuk menarik dana repatriasi masuk.
Menurut Bhima, Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan berada di kisaran 90-92 persen.
Angka itu tentu bukan kabar menggembirakan. Itu karena dana simpanan tidak dipakai sepenuhnya untuk penyaluran kredit.
Data itu justru mengindikasikan perbankan tengah menghadapi kekeringan likuiditas.
Karena itu, perang likuiditas dengan pemerintah tidak terelakkan.
Di mana, pemerintah menerbitkan surat berharga negara (SBN).
Aksi pemerintah itu menjadi pesaing obligasi dan deposito perbankan.
Pada ujungnya, keinginan suku bunga kredit single digit masih jauh panggang dari api.
”Pastinya, bagaimana suku bunga kredit single digit kalau dana deposito perbankan masih mahal,” tegasnya. (far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nasabah Hanya Setia 3,7 Tahun
Redaktur & Reporter : Ragil