jpnn.com, SAMARINDA - Pemerintah diminta merelaksasi peraturan penyaluran kredit perumahan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Kaltim Sunarti mengatakan, Program Sejuta Rumah Murah terkesan percuma dan malah berisiko tak bisa tersalurkan pada penerima yang tepat.
BACA JUGA: Cluster Agate The Golden Stone Tawarkan Rumah Bernuansa Resor
Sebab, masyarakat terkendala kebijakan yang dibuat untuk perbankan.
"Jadi seperti kepala dilepas, tapi buntutnya ditarik. Pemerintah memang memberikan bantuan. Namun, di sisi lain pemerintah juga membuat peraturan ketat bagi perbankan. Jadi, percuma saja," jelasnya, Senin (12/6).
BACA JUGA: Pecah Saldo Rp 1 Miliar ke Beberapa Rekening Termasuk Pelanggaran
Menurutnya, serapan rumah murah yang tersedia jadi rendah karena perbankan memberlakukan persyaratan penyaluran kredit yang cukup ketat.
Padahal unit ready stock terbilang cukup banyak. Untuk wilayah Kaltim, sebanyak 36 pengembang yang tergabung di Apersi ditargetkan dapat membangun 3.600 unit rumah murah.
BACA JUGA: Jababeka Bertransformasi dari Industri ke Permukiman Prestisius
Dari jumlah itu, sebanyak 60 persen telah terbangun dan siap huni.
Namun, dari 60 persen unit ready stock, baru 30 persen yang terserap oleh konsumen.
Sunarti mengatakan, banyak calon konsumen yang ditolak pengajuan KPR-nya oleh pihak perbankan.
"Banyak yang tidak lolos dari segi analisis kreditnya, jadi ada yang gaji Rp 3 juta dengan tanggungan dua anak itu dinilai tidak mampu mencicil, lalu yang boleh mencicil yang gajinya berapa? Sedangkan batas gaji yang dianggap tepat sasaran itu di bawah Rp 4 juta," ungkap Sunarti. (aji/lhl/k15)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Batal Rp 200 Juta, Saldo Wajib Dilaporkan ke Ditjen Pajak Jadi Rp 1 M
Redaktur & Reporter : Ragil