jpnn.com - JAKARTA - Tingginya peredaran narkoba di Indonesia tidak mengherankan kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Bambang Widodo Umar. Pasalnya, tidak saja pengawasan masih lemah, namun juga didukung kondisi geografis, serta pengendalian sosial di tingkat RT/RW saat ini masih sangat lemah.
"Jadi terkait pengendalian sosial di tingkat RT/RW, pengawasan masih lemah. Sistem keamanan juga belum kondusif, pengendalian sosial di tingkat RT/RW belum tajam. Dalam arti mengintegrasikan warga belum kuat. Indonesia merupakan pasar menggairahkan bisnis narkoba di dunia. Indonesia dianggap kaya, di sisi lain infrastruktur belum kondusif," ujar Bambang kepada JPNN, Senin (2/11).
BACA JUGA: Saksi Sebut di Era Jero Wacik Penggunaan DOM Haram Diaudit
Bambang mengaku, memang sampai saat ini belum memegang data seberapa besar kaitan tingginya angka kriminalitas dengan tingginya angka pengguna narkoba. Namun begitu ia mengaku telah memeroleh informasi, di dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas) saat ini, jumlah narapidana asal kejahatan narkoba luarbiasa banyak.
"Paling tidak ini menunjukkan peredaran narkoba itu sangat meluas. Di samping mengganggu masa depan generasi muda, ini juga masalah ekonomi. Karena nilai material yang digunakan untuk narkoba cukup besar. Beberapa referensi memerlihatkan, bisnis narkoba itu sudah mencapai miliar dollar," ujarnya.
BACA JUGA: Gelorakan Terus Eksistensi Jalasenastri
Menurut Bambang, saat ini memang terlihat penangkapan kasus narkoba terus dilaksanakan aparat hukum. Namun tetap saja aliran narkoba yang masuk seakan tidak pernah berhenti. Karena itu tidak heran muncul opini, mereka yang tertangkap baru dalam kapasitas bandar pada tingkatan tertentu.
"Sampai saat ini saya belum pernah mendengar bandar besarnya (pucuk pimpinan mafia penyalur narkoba, red) tertangkap. Baru pada tingkat penyalur, tapi bandar yang di luar (mafia), enggak. Kejahatan narkoba ini kan sudah luarbiasa. Dia sudah semacam corporate. ada komisaris, penanam modal, agen, distributor. Nah yang terjerat bandar ke bawah. Belum pernah ada info siapa sebetulnya (pucuk pimpinan mafia internasional,red)," ujarnya.
BACA JUGA: Jokowi Desak Menteri Segera Selesaikan Serapan Anggaran
Menghadapi kondisi yang terjadi, penanganan narkoba kata Bambang tidak cukup hanya peningkatan pengawasan. Namun juga perlu langkah-langkah preventif.
"Saya kurang setuju hukuman diperingan, ini membuat maraknya narkotika Indonesia. Efek narkotika ini kan personality luruh lantak, masa depan jadi tidak terarah. Makanya untuk penanganan BNN itu orientasinya harus ke luar Indonesia. Jangan hanya penanganan dalam negeri," ujarnya.
BNN kata Bambang, harusnya sudah dapat seperti lembaga-lembaga pemberantasan narkotika di negara maju. Sehingga pola aliran narkoba dari luar masuk ke dalam negeri, dapat diminimalisir.
"Dia (BNN) ke depan sebaiknya berperan memonitor negara mana yang rawan memasukkan narkotika, memberi masukan sehingga pejabat tahu. Jadi ini perlu diwaspadai orang-orang (mafia internasional, red)," ujar Bambang. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tindak Pelaku Sabotase Frekuensi Milik Sebuah Televisi Nasional
Redaktur : Tim Redaksi