JAKARTA--Peredaran obat palsu di Indonesia masih rendah dibanding produk lainnyaSebut saja minuman, oli, rokok, pakaian, software, dan barang dari kulit
BACA JUGA: Mabes Polri Kurban 29 Sapi dan 8 Kambing
Hal ini menurut Ketua Umum Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Widyaretna Buenastuti, menandakan kalau konsumen tidak bersedia menggunakan obat palsu yang masuk ke dalam tubuh karena dapat membahayakan kesehatan serta mengancam keselamatan jiwanya."Dari hasil survei yang dilakukan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia terhadap 500 responden di Jakarta dan Surabaya, menunjukkan barang palsu terendah adalah farmasi (3,5 persen) dan tertinggi barang dari kulit (35,7 persen)," ungkap Widyaretna dalam keterangan persnya, Minggu (6/11).
Adapun hasilnya temuan barang palsu tersebut adalah farmasi (3,5 persen), kosmetika (6,4 persen), oli (7 persen), pestisida (7,7 persen), minuman (8,9 persen), rokok (11,5 persen), elektronik (13,7 persen), lampu (16,4 persen), spare parts (16,8 persen), pakaian (30,2 persen), software (34,1 persen), barang dari kulit (35,7 persen).
"Kalau dilihat dari data survei ini, pemalsuan tertinggi ada di barang dari kulit dan perangkat lunak
Lebih lanjut dikatakan, dalam survei juga diperoleh perkiraan, pada tingkat harga berapa konsumen masih tetap membeli barang asli atau beralih ke barang palsu
BACA JUGA: N7W Ogah Dituduh Palak Pemerintah
Untuk produk pestisida, farmasi, dan kosmetika, konsumen akan membeli produk asli berapapun harganya."Jika harga perangkat lunak asli 2,67 kali lipat lebih mahal dibandingkan harga palsu atau bajakannya, konsumen masih tetap membeli yang asli
BACA JUGA: 650 Ribu Paspor TKI di Malaysia Diputihkan
(esy/jpnn)BACA ARTIKEL LAINNYA... Dikecam, Perilaku Daerah Asal Mutasi Guru
Redaktur : Tim Redaksi