Perekonomian Belum Berefek ke Penciptaan Lapangan Kerja

Kamis, 15 Februari 2018 – 00:11 WIB
Dradjad H Wibowo. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Dradjad H Wibowo menyarankan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) fokus pada upaya menciptakan lapangan kerja. Menurutnya, kelemahan dalam menciptakan lapangan membuat pertumbuhan ekonomi stagnan.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia kita masih stagnan pada level sekitar lima persen. Tapi bukan hanya itu yang perlu diperbaiki pemerintah, kemampuan perekonomian menciptakan lapangan kerja juga masih lemah,” ujar Dradjad dalam diskusi bertema Ekonomi Indonesia di Tahun Politik yang digelar DPP Partai Amanat Nasional (PAN) di Jakarta, Rabu (14/2).

BACA JUGA: Fadli Zon Getol Serang Para Menteri Jokowi, Ini Alasannya

Lebih lanjut Dradjad menyodorkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Pada 2012, tambahan jumlah penduduk Indonesia yang bekerja mencapai 3,55 juta jiwa. Angka pertambahan penduduk yang bekerja itu turun ke angka 1,06 juta jiwa pada 2013.

Sedangkan pada 2014, angkanya menjadi 2,05 juta jiwa. Tapi pada 2015 angkanya kembali turun menjadi 1,43 juta jiwa.

BACA JUGA: Jokowi dan Ratu Maxima Bahas Solusi untuk Inklusi Keuangan

Selanjutnya pada 2016 dan 2017 naik signifikan. Yakni menjadi 1,7 juta jiwa pada 2016 dan 3,25 juta pada 2017.

Namun, Dradjad meragukan efek lonjakan jumlah penduduk yang bekerja terhadap pertumbuhan ekonomi. “Karena dilihat secara sektoral, tambahan terbesar lagi-lagi diperoleh dari sektor jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan. Jumlahnya 1,09 juta pekerja baru,” sebutnya.

BACA JUGA: Anak Buah Prabowo Sebut Era Jokowi Ugal-ugalan Impor & Utang

Dia lantas mencontohkan jenis lapangan pekerjaan baru itu. Antara lain pembantu rumah tangga, tukang cukur, atau pedagang kaki lima. “Ini jelas bukan sektor yang seharusnya menjadi penopang penciptaan kerja,” ulasnya.

Adapun sektor perdagangan -termasuk rumah makan dan perhotelan- serta sektor industri tercatat menciptakan pekerjaan tambahan di atas 1 juta. Yaitu masing-masing 1,05 juta dan 1,03 juta.

Sayangnya, sektor ritel justru anjlok, sementara banyak industri manufaktur padat karya yang kesulitan. “Padahal mereka banyak menciptakan lapangan kerja. Jadi agak aneh kalau kedua sektor ini mencatat tambahan pekerjaan yang besar,” tuturnya.

Sedangkan berdasar variabel rasio penciptaan kerja, data menunjukkan perekonomian nasional pada 2015-2016 hanya menciptakan lapangan kerja sekitar 290-340 ribu per 1 persen pertumbuhan. Padahal jika situasi normal, kata Dradjad, seharusnya per 1 persen pertumbuhan ekonomi bisa pada menciptakan 500 ribu lapangan pekerjaan.

“Artinya, ekonomi Indonesia bukan hanya stagnan pertumbuhannya, tapi kemampuan penciptaan kerjanya juga di bawah normal,” ulasnya.

Karena itu Dradjad juga meragukan rasio penciptaan kerja 2017 yang melonjak hingga 640 ribu per 1 persen pertumbuhan. Bahkan, katanya, angka itu terlalu tinggi dibanding masa Orde Baru.

“Sumber terbesarnya dari sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan. Banyak pekerjaan dalam sektor ini yang kurang layak sebenarnya. Sementara, besarnya angka penciptaan kerja dari perdagangan dan industri kurang sesuai dengan situasi lapangan,” tegasnya.

Mantan legislator PAN di komisi keuangan DPR itu menambahkan, jika pemerintah hendak mengatasi kemiskinan dan ketimpangan maka kuncinya adalah menciptakan pekerjaan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia. “Ini perlu diperbaiki segera,” pungkasnya.(jpg/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Siaran Pers Istana Dibikin Hoaks untuk Serang Sri Mulyani


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler