Chris Slade dijanjikan akan mendapatkan keuntungan besar jika berinvestasi sederhana di bidang properti dengan seseorang yang dianggapnya sebagai teman.
Selama bertahun-tahun, ia memang sudah bermimpi membeli vila di Indonesia dan menabung untuk membeli rumah.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Amerika untuk Pertama Kalinya Mentransplantasikan Ginjal Babi
Jadi, saat Chris bertemu warga Indonesia bernama Putry Thornhill di Bali, yang menawarkan kesempatan untuk berinvestasi untuk "villa" yang nantinya bisa disewakan di Badung, ia menerima tawaran tersebut.
Ia mengatakan tawaran Putry adalah untuk menginvestasi AU$66.000, atau sekitar Rp660 juta untuk membayar separuhnya dan nantinya Chris bisa segera meraih keuntungan AU$1.300, atau sekitar Rp13 juta sebulan.
BACA JUGA: Tak Mudah Menjelaskan Mitos Kesehatan kepada Orang Australia, tetapi Ada Caranya
"[Saya] berpikir vila ini ini adalah awal yang baik," kata Chris kepada ABC.
"Ia berjanji semuanya sudah akan lunas maksimal dalam waktu 12 bulan dan dalam dua tahun sudah ada keuntungan."
BACA JUGA: DPO Penipuan Investasi Emas Rp 3,7 Miliar Ditangkap di Bekasi
Chris mengatakan ia meminta waktu beberapa hari untuk memikirkan tawaran tersebut.
Namun keesokan harinya, Putry mengirim pesan yang mengatakan kalau ia sudah membayar uang jaminan untuk mengamankan properti tersebut.
Chris bukan satu-satunya orang yang terpikat oleh perempuan yang dituduhnya telah menipunya.'Saya sepenuhnya percaya padanya'
Alana Cayless juga berhasil diyakinkan Putry untuk berinvestasi di dua "villa" di Perenan, Bali.
"Saya tahu akan memakan waktu sekitar satu tahun untuk balik modal, lalu dua tahun terakhir selanjutnya mendapatkan keuntungan penuh," katanya.
Alana mengatakan ia hanya memiliki foto vila tersebut dan tidak memegang kontrak ketika setuju untuk berinvestasi.
"Saya meminta untuk melihat vila tersebut sebelum mengirimkan uang, namun ia mengatakan jika orang Barat pergi ke vila tersebut untuk menyewa, mereka akan menaikkan harganya dan kami percaya" katanya.
"Saya sepenuhnya percaya padanya," katanya Alana kepada ABC.
Baru setelah Alana mentransfer uang pada bulan September, Putry mulai "menjauh".
"Saya mulai meragukan diri sendiri dan bertanya, 'Apakah ini benar?'"Kontrak yang tidak pernah ditandatangani
Chris mengatakan telah menandatangani apa yang seharusnya menjadi perjanjian antara dirinya dan Putry pada Mei tahun lalu.
Namun, Chris mengatakan Putry tidak pernah menandatangani perjanjian tersebut, meski ia "terus-menerus mengirim pesan" untuk menanyakannya.
Pada bulan Juli tahun lalu, setelah mengirim uang sekitar AU$33.000 (sekitar Rp330 juta), Chris mengatakan kesulitan menghubungi Putry.
"Ia mengirim alasan setiap hari dan mengatakan ia sakit, dirawat di rumah sakit selama dua minggu karena vertigo," katanya.
Chris mengatakan Putry memberitahunya kalau ia akan mengurus "vila" tersebut dengan bantuan agen.
"Saya berulang kali menanyakan rincian kontak agen tersebut dan tidak pernah menerimanya," katanya.
Alana terus meminta Putry mengirimkan laporan keuangan terkait vila tersebut, yang mencantumkan alamatnya.
"Setelah kami punya alamatnya, teman saya mendatangi [alamat yang dicantumkan] dan tidak ada apa-apa di sana," katanya kepada ABC.
"Saat itu saya tahu vila itu sebenarnya tidak ada."
Alana mengatakan mengirim pesan kepada Putry untuk meminta uangnya dikembalikan.
"Ia setuju, meminta maaf, dan mulai mengirimkan uang," kata Alana.
Sejauh ini, ia telah menerima AU$9.000 (sekitar Rp90 juta) dari lebih dari AU$30.000 (sekitar Rp300 juta) utang Putry kepadanya.
Chris telah menerima AU$2.800 (Rp28 juta) dari Putry.
Selain Chris dan Alana, ABC juga mewawancara pihak lain yang mengklaim bahwa mereka mengaku telah ditipu oleh orang yang sama.
Emma Amanda, warga negara Amerika Serikat, mengatakan ia kehilangan sekitar AU$31.700 (sekitar Rp310 juta) akibat skema investasi vila milik Putry.
Ia mengaku uangnya belum kembali sama sekali.
Sementara itu, Rebecca Lussier-Roy dari Kanada mengatakan ia sudah mentransfer sekitar AU$26.000 (sekitar Rp26 juta) untuk berinvestasi di bisnis "perusahaan furnitur" yang ditawarkan oleh Putry.
"Ia mengatakan kepada saya bahwa saya akan balik modal dan menerima keuntungan dalam waktu maksimal dua bulan atau bahkan lebih awal jika memungkinkan," katanya.
"Saya berhasil memintanya untuk mengirim uang dan untuk membuat saya diam, ia mengirim dua kali sekitar AS$632 (atau sekitar Rp9,9 juta) menggunakan rekening atas nama Derviana Mutiara yang adalah pengasuhnya," katanya kepada ABC.
Secara keseluruhan, mereka yang berbicara kepada ABC telah mengirimkan lebih dari AU$126.000 (atau sekitar Rp1,2M) kepada Putry.
Pada tahun 2021, polisi New South Wales menanggapi laporan tentang Putry yang diduga terlibat dalam penipuan penjualan tas mewah.
Mereka mengatakan "orang yang bersangkutan meninggalkan negara itu pada Agustus 2020".
"Kasus ini akan ditutup, dan orang yang berkepentingan akan ditangkap jika ia kembali ke Australia."
ABC mengetahui bahwa Putry pergi ke Newcastle minggu lalu dan tinggal di AirBnB sekitar 30 meter dari kantor polisi di sana.
Alana telah menghubungi polisi untuk memberi tahu mereka tentang ini, menurut email yang dilihat oleh ABC.Putry membantah tuduhan terhadapnya
Dalam wawancara dengan ABC, Putry, yang dikenal dengan nama Prima Putri Ratnasari adan Prima Putri Thornhill, menyangkal semua tuduhan scamming yang ditujukan kepadanya.
"Kalau saya menipu, saya pasti sudah menghilang. Tapi ini saya masih berkomunikasi dengan orang-orang itu."
"Kalau disebut scamming, itu berarti kan saya membawa kabur uang, saya tidak mengembalikan satu peser pun, tapi di sini saya sudah ada perjanjian untuk mengembalikan," katanya.
Sebaliknya, Putry mengatakan apa yang terjadi adalah pembatalan perjanjian secara sepihak oleh satu orang yang berinvestasi.
"Sedangkan uangnya sudah saya alokasikan untuk membeli villa tersebut … jadi karena saya tidak bisa mengembalikan seluruhnya, kami sepakat pengembalian dilakukan dalam beberapa pembayaran."
"Satu orang ini kemudian memanas-manasi yang lain, sehingga mereka juga membatalkan perjanjian," kata Putry.
Ia juga mengatakan tidak pernah menawarkan investasi vila ini.
"Mereka yang awalnya bertanya 'what are you doing for business' dan setelah saya jelaskan, mereka tertarik untuk half-half dengan saya karena faktor harganya [yang lebih terjangkau]."'Jangan takut melapor'
Chris dan Alana telah menghubungi Polisi Federal Australia (AFP), polisi di negara bagian New South Wales dan Australia Barat, tempat tinggal pelapor, Pasukan Perbatasan dan Interpol.
Mereka mengatakan polisi AFP dan WA tidak akan menerima pernyataan mereka.
Panggilan ke pasukan polisi lainnya terdengar, kata mereka.
Ketika pihak kepolisian dihubungi melalui email, Chris dan Alana mengatakan mereka diminta untuk melaporkan masalah tersebut kepada AFP, yang sejak awal tidak mau menerima pernyataan mereka.
Mereka juga telah melaporkan ke ACCC's Scamwatch dan Border Watch, di bawah Departemen Dalam Negeri dan memungkinkan orang untuk "melaporkan aktivitas imigrasi, visa, bea cukai, dan perdagangan yang mencurigakan atau ilegal".
Mereka mengaku belum menerima respons apa pun.
"Kami mempunyai banyak informasi untuk dibagikan namun tak seorang pun ingin melihatnya dan hal ini benar-benar membuat frustrasi," kata Chris.
Alana mengatakan ia merasa seperti "diputar-putar."
Ia mengatakan "sangat membuat frustrasi dan mengecewakan" bagaimana Putry masih bisa dengan bebas masuk ke Australia "karena ia tahu polisi tidak akan melakukan apa-apa".
Terduga korban investasi vila Putry menghubungi ABC setelah melihat laporan ABC Indonesia tahun 2020 yang menyebutkan ia sebagai tersangka penipuan di balik penipuan tas mewah palsu.
ABC bertanya kepada polisi NSW bagaimana penyelidikan terhadap dugaan penipuan, yang melibatkan tas mewah dan vila.
"Masalah ini masih diselidiki oleh Kepolisian Distrik Kota Newcastle dan belum ada perkembangan terbaru saat ini," kata juru bicara kepolisian NSW kepada ABC.
Alana dan Chris mengatakan mereka belum melaporkan dugaan penipuan vila tersebut kepada polisi Indonesia, namun mengatakan mereka punya alasan mengapa tidak melaporkannya.
Kepolisian Daerah Bali mengatakan sejak 2023 hingga hari ini ada tujuh laporan dugaan penipuan dengan modus sewa villa dan satu laporan dugaan penipuan investasi villa yang masuk ke kantornya.
"Tidak tertutup kemungkinan jumlahnya lebih dari ini, tetapi tidak dilaporkan," Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan told ABC.
Kombel Pol Jansen mengimbau agar warga asing yang merasa dirinya menjadi korban dugaan penipuan untuk melapor.
"Jangan takut melapor, … jika korban punya bukti-bukti yang lengkap dan akurat, mereka pasti akan dilindungi oleh hukum Indonesia."
"Ancaman adalah modus dari pelaku, di mana pun, untuk menjatuhkan mental korban, jadi tidak usah khawatir dan tidak usah ragu [untuk melapor] supaya kasusnya bisa segera diproses."
Ia mengatakan, warga asing juga bisa melaporkan melalui kantor perwakilan negaranya.
"Contohnya di Bali kan ada Konsulat Australia, di sana ada AFP yang kerja samanya baik sekali dengan Polda Bali."
ABC juga telah menghubungi Komisi Sekuritas dan Investasi Australia (ASIC).
Meskipun yurisdiksinya terbatas atas investasi properti langsung, mereka mempunyai beberapa saran di situs web Moneysmart mengenai investasi real estate di luar negeri.
DFAT juga memberikan saran mengenai penipuan yang dapat menargetkan warga Australia ketika mereka sedang bepergian, dan apa yang dapat mereka lakukan jika mereka ditipu saat berada di luar negeri.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Hari Ini: Prabowo-Gibran Resmi Menang, tetapi Ada yang Menggugat