jpnn.com - Peran laki-laki begitu dominan dalam kehidupan perempuan Arab Saudi. Mereka yang menjadi wali, biasanya ayah atau saudara laki-laki, sering kali malah memanfaatkan status itu untuk kepentingan sendiri.
Demi gengsi, para lelaki itu tidak segan menghukum atau malah menghajar istri atau anak dan saudara perempuan yang seharusnya mereka lindungi.
BACA JUGA: Arab Saudi jadi Tim Keenam Lolos 16 Besar Piala Asia 2019
Kondisi itu pula yang membuat Rahaf Mohammed Al Qunun kabur pekan lalu. Gadis 18 tahun tersebut mengundang perhatian dunia sesaat setelah mendarat di Bandara Suvarnabhumi pada Sabtu (5/1).
Imigrasi menyita paspornya. Sebab, dia hanya membawa tiket sekali jalan dan tidak punya cukup uang di dalam dompet. Imigrasi pun berniat mendeportasinya ke Saudi. Karena susah payah melarikan diri dari keluarga ketika berlibur di Kuwait, Rahaf tidak mau dipulangkan. Apalagi, ancaman kematian menantinya di rumah.
BACA JUGA: Gara-Gara Tradisi, Ibu dan Anak Tewas di Gubuk Menstruasi
Rahaf lantas mengunci diri di hotel bandara. Dia membarikade kamarnya dengan kasur dan benda-benda yang ada di dalam ruangan tersebut. "Yang menyelamatkan hidup Rahaf adalah masyarakat dan media," ujar Nourah Alharbi, teman Rahaf yang kini tinggal di Sydney, Australia. Media penyelamat yang dia maksud adalah Twitter.
Sejak mendarat di Thailand, Rahaf mengabarkan kondisinya secara berkala lewat media sosial tersebut. Mulai paspor yang disita sampai drama mengurung diri dalam kamar hotel.
BACA JUGA: Lihat Arab Saudi Berpesta Gol ke Gawang Korea Utara
Unggahan demi unggahan Rahaf itu menuai respons publik. UNHCR pun lantas mengutus Giuseppe de Vincentiis untuk menemui Rahaf. Sebab, hanya dengan cara itu, Rahaf mau meninggalkan tempat persembunyiannya.
"Sebelumnya (kasus Dina Ali Lasloom) tidak ada dukungan yang sekuat ini," tegas Alharbi. Gadis 20 tahun itu bersyukur Rahaf mendapatkan respons positif dan segera ditolong. Jika tidak demikian, Rahaf mungkin bernasib sama dengan Dina.
Pada Jumat (11/1) Rahaf menonaktifkan akun Twitter-nya. Pada hari yang sama, dia berangkat menuju ke Toronto, Kanada. UNHCR sebelumnya memang mendekati Australia dan Kanada untuk menerima Rahaf.
Tidak disebutkan alasan mengapa Kanada yang terpilih. BBC melansir bahwa pemilihan itu sangat mungkin karena sikap Australia yang kurang menyambut pencari suaka dan pernyataan Menteri Dalam Negeri Peter Dutton yang menegaskan bahwa tidak ada perlakuan khusus bagi Rahaf.
Mengutip Kementerian Tenaga Kerja dan Pembangunan Sosial, The Insider melaporkan bahwa pada 2015 ada 577 perempuan yang berusaha kabur dari Saudi. Tapi, itu hanyalah ujung gunung es. Sebab, banyak keluarga yang memilih bungkam karena takut akan stigma negatif yang bakal diterima. (sha/c7/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rahaf Terancam Dibunuh Keluarganya, PBB Turun Tangan
Redaktur & Reporter : Adil