Pergeseran Konsumsi dari Pertamax Mengkhawatirkan, Bakal Ada Pembatasan Pertalite?

Senin, 04 April 2022 – 06:05 WIB
Pemerintah dapat meminimalkan potensi pergeseran (shifting) konsumsi Pertamax ke Pertalite.Ilustrasi - pengisian BBM jenis Pertamax dan Pertalite di SPBU. Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai pemerintah dan PT Pertamina (Persero) dapat meminimalkan potensi pergeseran (shifting) konsumsi Pertamax ke Pertalite bisa dilakukan.

Menurut dia, salah satunya dengan melarang kendaraan pemerintah dan BUMN mengisi BBM bersubsidi.

BACA JUGA: Awas Migrasi Konsumsi Pertamax ke Pertalite, DPR Minta Pemerintah Bersiap

Selain itu, menurut dia, Pertamina dapat melakukan seleksi kendaraan pribadi yang mengisi Pertalite.

"Misalnya, kendaraan mewah dengan kapasitas mesin ataupun merek tertentu dilarang mengisi BBM bersubsidi. Pengawasan terhadap tindak kecurangan juga perlu diperketat," ujar Josua.

BACA JUGA: Andre Rosiade Sebut Kenaikan Harga Pertamax Sudah Pertimbangkan Aspirasi Masyarakat

Dia menilai perbedaan harga yang cukup tinggi antara bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Pertamax berpotensi memacu pergeseran konsumsi.

"Pertamina dan Pemerintah harus berupaya meminimalkan shifting tersebut," ucap Josua.

BACA JUGA: Harga Pertamax Naik, Pertamina Masih Tombok Rp 3.500 per Liter

Josua menyebut kebijakan pemerintah tidak menaikkan harga Pertalite cukup baik, karena bisa melindungi daya beli masyarakat. Di samping itu, masyarakat masih memiliki opsi BBM murah di tengah tekanan ekonomi akibat Covid-19.

"Pertamax memang layak dinaikkan harganya mengingat konsumen dari Pertamax kecenderungannya adalah masyarakat menengah atas," ujarnya.

Pertamina mulai Jumat (1/4/2022) dini hari menyesuaikan harga Pertamax menjadi Rp12.500 per liter dari sebelumnya Rp9.000.

Kenaikan harga ini pertama kali dalam tiga tahun terakhir. Sedangkan harga Pertalite tetap Rp 7.650 per liter namun pemerintah meningkatkan statusnya dari BBM nonsubsidi menjadi BBM Penugasan.

Konsumsi Pertalite secara nasional mencapai 76 persen sedangkan Pertamax sekitar 14 persen.

Pakar ekonomi energi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti menilai potensi pengguna Pertamax shifting ke Pertalite cukup tinggi.

Yayan menyarankan ada pembatasan jumlah kuota Pertalite di daerah yang pendapatan per kapitanya tinggi.

"Misalnya, Pertalite berada di wilayah perdesaan, sedangkan kawasan perkotaan semuanya Pertamax," ujarnya.

Yayan mencontohkan kendaraan di perkotaan hanya diperbolehkan bagi kendaraan berpelat nomor kuning atau transportasi umum. Jadi, Pertalite tetap ada di perkotaan tetapi, peruntukannya harus benar-benar efektif.

"Kuotanya terbatas untuk transportasi publik," ujar dia.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi menyatakan masih tingginya harga minyak dan memasuki Ramadan yang diikuti dengan kondisi ekonomi yang berangsur pulih dapat mendorong peningkatan konsumsi BBM.

Pemerintah bersama Pertamina memastikan agar pasokan BBM tersedia, khususnya yang paling banyak dikonsumsi masyarakat termasuk Pertalite.

BBM solar akan ditingkatkan pasokannya dan menjaga stok agar diatas 20 hari.

"Pertamina telah melakukan pengecekan langsung ke lapangan demi terjaminnya ketersediaan BBM serta mengantisipasi peningkatan kebutuhan khususnya di bulan Ramadhan ini" ujar Agung. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler