jpnn.com, JAKARTA - Mulai semester genap, proses pembelajaran perguruan tinggi vokasi juga menerapkan sistem campuran, tatap muka dan daring.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto mengatakan, kebijakan tersebut mengikuti pola yang sama dengan Ditjen Pendidikan Tinggi.
BACA JUGA: 7 Syarat Kuliah Tatap Muka yang Harus Dipenuhi Perguruan Tinggi
Namun dengan penambahan spesifik terkait kesepakatan khusus bersama dalam hal praktik kerja lapangan (PKL) atau magang antara perguruan tinggi vokasi dengan industri.
"Pimpinan perguruan tinggi bisa mempertimbangkan mengenai kuliah tatap muka untuk mewujudkan kompetensi pada mahasiswa, sehingga dapat diselenggarakan kuliah secara tatap muka dan dalam jaringan (hybrid learning)," kata Wikan, Kamis (3/12).
BACA JUGA: Ini Dampak Positif UU Cipta Kerja bagi Inovasi dan Riset dari Perguruan Tinggi
Selain itu, apabila perguruan tinggi sudah memenuhi berbagai syarat yang terdiri atas persiapan, pelaksanaan, dan pemantauan, maka segala bentuk penyelenggaraan pembelajaran tatap muka dapat dilakukan oleh perguruan tinggi.
“Jadi mahasiswa yang hadir ke kampus hanya untuk keperluan belajar. Setelah kuliah selesai, mahasiswa diwajibkan untuk meninggalkan kampus agar tidak terjadi kerumunan di dalam kampus,” ujar Wikan.
BACA JUGA: Gus Menteri: Peran Perguruan Tinggi Sangat Penting dalam Pendampingan Sektor Pertanian Desa
Lebih lanjut, Wikan mengatakan kantin dan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang berpotensi menciptakan kerumunan akan dinonaktifkan.
Selain itu, pihak perguruan tinggi harus berkoordinasi secara aktif dengan pemerintah daerah, satuan tugas Covid-19 daerah, orang tua, serta wajib membentuk satuan tugas khusus di dalam kampus agar semua berlangsung sesuai peraturan dan SOP.
Terkait Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Semester Genap Tahun Akademik 2020/2021 mendapatkan respon positif dari perguruan tinggi.
Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria yang juga ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) mengatakan memang segala sesuatunya perlu pula dikonsultasikan dengan pemerintah daerah karena situasi yang berbeda-beda di setiap wilayah dan keselamatan adalah prinsip nomor satu.
"Koordinasi antara pemerintah daerah dan perguruan tinggi memang sangat dibutuhkan, agar protokol kesehatan di setiap kampus dapat berjalan dengan baik, serta diharapkan para mahasiswa dapat menjadi contoh bagi masyarakat sekitar tentang bagaimana menjalankan protokol kesehatan yang baik,” ujar Arif.
Jamal Wiwoho selaku ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri (MRPTNI) menyampaikan apresiasi atas dikeluarkannya SE Nomor 6 Tahun 2020.
Menurut Jamal, sejatinya MRPTNI sudah merancang untuk mencoba dan menginisiasi untuk melakukan pembelajaran secara luring pada masa akademik 2020/2021 yang tetap memperhatikan protokol kesehatan dengan batas maksimal ruangan 50%. Kemudian tidak semua mahasiswa akan masuk, akan tetapi akan dipilih mahasiswa dengan semester tertentu.
Diharapkan para pimpinan perguruan tinggi dapat mematuhi dan melaksanakan ketentuan yang tertulis dalam surat edaran tersebut dengan baik, demi terselenggaranya proses pembelajaran yang aman dan lancar bagi semua pihak, serta dapat membantu dalam memutus rantai penularan Covid-19. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad