Perhutanan Sosial, Cara Indonesia Atasi Perubahan Iklim

Jumat, 17 November 2017 – 19:10 WIB
Menteri LHK Siti Nurbaya saat hadir di Konfrensi Perubahan Iklim (COP UNFCCC) 23, di Bonn, Jerman. Foto: KLHK for JPNN.com

jpnn.com, BONN - Menteri LHK Siti Nurbaya saat peluncuran APRS, yang tahun depan pelaksanaannya akan digelar di Indonesia.

Indonesia terus memacu langkah dalam rangka mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen tanpa dukungan (business as usual/BAU), dan 41 persen dengan dukungan luar negeri.

BACA JUGA: Menteri Siti: Perubahan Iklim Tak Bisa Ditangani Satu Negara

Salah satunya yaitu dengan berkontribusi aktif dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi Hutan Hujan di Negara-negara Asia Pasifik (Asia-Pacific Rainforest Summit/APRS). Indonesia akan menjadi host, tepatnya di Yogyakarta, April tahun mendatang.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya pun berharap kegiatan tersebut akan mendukung penguatan pengelolaan hutan hujan secara global, sebagai kerangka dasar kegiatan penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi di wilayah Asia Pasifik.

BACA JUGA: Siti Nurbaya Awali Pidato di Bonn dengan Dukacita

Menurut Menteri Siti, aspek hutan sangat penting dalam pencapaian target National Determination Contribution (NDC) Indonesia, karena 17 persen dari target 29 persen penurunan emisi GRK berasal dari sektor kehutanan.

Siti menyampaikan Indonesia menggunakan program Perhutanan Sosial sebagai salah satu aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, karena hutan merupakan tempat bergantung masyarakat sekitar hutan.

BACA JUGA: Dunia pun Belajar Tata Kelola Gambut dari Indonesia

“Kami (Indonesia) membangun Perhutanan Sosial, yang bisa mengakomodasi kebutuhan masyarakat, dan konsep kewarganegaraan. Banyak hal yang harus dilakukan dan kami bersyukur bahwa program ini didukung oleh banyak pihak seperti komunitas, aktivis, LSM, dan sektor swasta,'' ujarnya.

Melalui Perhutanan sosial, menurut Siti Nurbaya, Indonesia juga mempelajari pengelolaan partisipatif, khususnya menampung aspirasi dari akar rumput.

Sebelumnya, terobosan program Perhutanan Sosial ini juga telah disampaikan oleh Menteri Siti, saat mewakili Indonesia, pada pertemuan dengan Menteri Lingkungan dan Energi Australia, Josh Frydenbergn. Dalam pertemuan tersebut, Siti Nurbaya juga membahas pentingnya peran ekosistem mangrove dalam pengendalian perubahan iklim.

“Di Indonesia mengenal status hutan negara, dan mengakui keberadaan masyarakat lokal, dengan demikian kami mengembangkan apa yang disebut Perhutanan Sosial,” kata Menteri Siti.

Seiring dengan upaya perlindungan mangrove, Siti Nurbaya menuturkan bahwa implementasi Perhutanan Sosial dapat dilakukan di area hutan mangrove, sehingga masyarakat dapat melakukan kegiatan fisik seperti budidaya perikanan, tetapi dengan syarat tetap melindungi mangrove.

“Jadi ini sangat penting dalam pengentasan kemiskinan, karena ini terus berlanjut dan dalam hal ini elaborasi sangat diperlukan”, tambahnya.

Siti Nurbaya juga menyampaikan bahwa selain pengelolaan hutan berkelanjutan untuk pencapaian target NDC, Indonesia juga memiliki agenda lain seperti tata kelola gambut, perlindungan mangrove, restorasi ekosistem, ekowisata, keanekaragaman hayati, penegakan hukum, pengembangan investasi, dan perdagangan (trade).

“Jadi kami (Indonesia) perlu belajar dari negara lain, karena kami punya sumber daya hutan yang besar tetapi belum dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ekonomi. Oleh karena itu melalui APRS, kami dapat belajar terkait hasil hutan, pengelolaan kayu, dan industri,'' katanya.

Tidak ketinggalan, Menteri Siti Nurbaya juga menyampaikan kisah sukses Indonesia dalam menurunkan tingkat kebakaran hutan dan lahan dalam dua tahun terakhir. Salah satu terobosan yang dilakukan Kementerian LHK adalah dengan mengatur perizinan di lahan kawasan gambut.

“Indonesia memiliki 6,3 juta ha gambut, jadi kami harus mengatur perijinan. Itu berhasil menurunkan titik hotspot sekitar kurang lebih 90 persen dan penurunan luas area kebakaran sebesar kurang lebih 80 persen. Ini merupakan upaya yang hebat,'' ungkapnya.

Keberhasilan ini, disampaikan Siti Nurbaya berkat komitmen yang kuat dari Indonesia dalam melakukan tindakan perbaikan (corrective measures) dan menjadikan perijinan sebagai alat pengendalian.

Sementara itu, apresiasi terhadap Indonesia juga disampaikan oleh Josh Frydenberg, atas keberhasilannya dalam memperbaiki tata kelola gambut, dan inisiasi perlindungan mangrove yang diusulkan Siti Nurbaya dianggap sebagai ide yang sangat bagus. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Berbagi Pengalaman Menangani Karhutla


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler