jpnn.com - Parliamentary threshold atau ambang batas parlemen 4 persen dipilih sebagai upaya untuk menyederhanakan jumlah partai agar makin rendah fragmentasi di parlemen. Namun, jangan sampai memberangus suara rakyat yang telah memilih caleg dan partai.
Ambang batas 4 persen parliamentary threshold hanya menguntungkan posisi partai petahana di parlemen, partai kecil akan sulit dan tertatih-tatih memenuhi ambang batas tersebut.
BACA JUGA: Survei SPIN: Partai Gelora dan PSI Penuhi Ambang Batas Parlemen
Ambang batas parlementry threshold menghambat partai politik baru, banyak suara yang terbuang sia-sia tidak menjadi kursi. Seharusnya kalau sudah mendapatkan perolehan suara sebesar 200.000 maka sudah harus bisa dikonversi menjadi satu kursi di DPR RI.
Prinsipalnya tidak ada suara rakyat yang terbuang sia-sia tanpa menjadi kursi supaya rakyat makin banyak wakilnya di parlemen, itu makin bagus dan berkualitas.
BACA JUGA: Elektabilitas 4,3 Persen, PAN Tembus Ambang Batas Parlemen
Penghapusan ambang batas parliamentary threshold 4 persen untuk mengakomodasi kepentingan partai kecil dan menengah agar punya pengalaman wakil rakyat, punya kursi di parlemen.
Tidak boleh ada motivasi menghalau partai baru untuk masuk ke dalam parlemen. Kalau dahulu ambang batas diterapkan 4 persen, waktu awal-awal, dipastikan Gerindra, Nasdem dan Hanura tidak bakal lolos ke parlemen di era itu.
BACA JUGA: Inilah Nilai Ambang Batas atau Passing Grade CPNS 2023, Lengkap
Diterapkannya angka 4 persen untuk parliamentary threshold yang sifatnya akomodatif terhadap partai kecil menengah dan lebih ditujukan untuk menghalau masuknya partai baru ke parlemen dan tentu sangat berbeda dengan motivasi gagasan ideal tentang menyederhanakan partai dalam parlemen dan menguatkan presidensialisme.
Angka 4 persen tampaknya masih terlalu tinggi bagi partai baru untuk diraih karena partai baru hanya mampu mendapatkan angka sekitar 0,2-2,6 persen.
Sangat miris dan disayangkan suara rakyat terbuang sia-sia, tak sah menjadi kursi. Faktanya ada caleg DPR RI baik dari PSI, Perindo, Gelora dan lain-lain yang perolehan suara calegnya di partai tersebut masuk cluster suara caleg premium di atas 100.000.
Bahkan ada yang menembus 200.000 perolehan suara pribadi yang diperoleh caleg tersebut.
Namun, tidak lulus dan tidak menjadi kursi di parlemen karena partai tersebut tak lolos ambang batas 4 persen di parlemen.
Untuk pemilu 2029, kita berharap ambang batas parlemen (parliamentary threshold) diturunkan dari rentang batas bawah satu persen dan rentang batas atas sebesar 2 persen ambang batas parlemen agar suara rakyat bisa dikonversi menjadi kursi dan agar tak terbuang sia-sia.
Untuk diketahui, ambang batas parlemen atau parliamentary threshold 4 persen suara sah nasional membuat tak semua partai politik peserta Pemilu 2024 bisa lulus menduduki kursi Dewan Perwakilan Rakyat.
Suara pemilih partai politik yang tak lulus ambang batas parlemen juga terancam ”terbuang”.
Diperkirakan pemilih yang suaranya terbuang pada Pemilu 2024 mencapai 15,6 juta suara.
Para pemilih itu terpaksa menggantungkan harapan kepada anggota legislatif dari parpol lain karena calon wakil rakyat yang mereka pilih gagal masuk parlemen (Kompas, 3 maret 2024).(***)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari