Perihal Jaminan Hari Tua, Ketum PRIMA: Jangan Korbankan Rakyat Demi Satu Ambisi

Senin, 21 Februari 2022 – 23:41 WIB
Ketua Umum DPP Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Agus Jabo Priyono. Foto. Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Agus Jabo Priyono mengatakan publik dalam beberapa hari ini dihebohkan dengan diundangkannya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Cara Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan (JKN).

Terkait JHT, menurut Agus, masyarakat menolak Permenaker itu diterapkan karena hanya akan merugikan buruh. Penyebabnya, bagi buruh yang mendapatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau mengundurkan diri baru bisa mencairkan dana JHT saat usia 56 tahun.

BACA JUGA: Ketum PRIMA Soroti Kelangkaan Minyak Goreng di Negeri Kebun Sawit

“Padahal, mereka tentu saja membutuhkan dana yang diambil dari persentase upah bulanan itu untuk survive, entah untuk modal usaha maupun keperluan lainnya,” kata Agus Jabo Priyono di Jakarta, Senin (21/2/2022).

Selanjutnya terkait Inpres, kata Agus, kebijakan ini mewajibkan kepada masyarakat yang akan mengakses layanan publik seperti pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), melaksanakan ibadah haji atau umrah, serta proses jual beli tanah harus menyertakan kartu BPJS Kesehatan sebagai salah satu syaratnya.

BACA JUGA: Hentikan Praktik Kartel, PRIMA Apresiasi Langkah KPPU Panggil Produsen Besar Minyak Goreng

Kebijakan itu juga mendapatkan penolakan yang massif dari publik. Masyarakat merasa dieksploitasi dan dipaksa oleh negara untuk mengakses kartu jaminan kesehatan tersebut.

Sejatinya, menurut Agus, arah dari lahirnya kebijakan itu sudah terlihat kasat mata, yakni negara membutuhkan dana besar yang dikumpulkan dari iuran rutin masyarakat untuk biaya pembangunan beberapa megaproyek infrastruktur seperti Ibu Kota Negara (IKN), Kereta Cepat Jakarta-Bandung, pembangunan beberapa bendungan dan tol.

BACA JUGA: Soal Konflik Agraria di Desa Wadas Purworejo Jateng, Ketum PRIMA Bereaksi, Tegas

Selama ini, untuk pembiayaan infrastruktur pemerintah bergantung pada skema utang, baik itu pinjaman luar negeri, pinjaman dalam negeri, dana hibah luar negeri maupun Surat Berharga Negara (SBN).

Untuk diketahui selama ini penerimaan negara dari dua program itu terbilang cukup besar, yakni mencapai Rp 500 triliun. Total dana JHT per 2021 mencapai Rp 250,5 triliun dan total iuran JKN-KIS sebesar Rp 124,89 triliun per November 2021.

Penerimaan dana dari program JHT masyoritas dananya ditempatkan pada sejumlah instrumen investasi obligasi dan surat berharga, yaitu sebesar 65 persen.

Dengan kata lain, kita dapat menyimpulkan bahwa untuk membiayai ambisi pembangunan infrastruktur, negara meminta rakyatnya untuk mengumpulkan dana besar melalui skema jaminan sosial yang terkesan dipaksakan.

Padahal, kondisi objektifnya saat ini ekonomi rakyat Indonesia masih hancur lebur akibat pandemi Covid-19. Rakyat masih tertatih-tatih untuk pulih seperti sedia kala.

Seharusnya, menurut Agus, negara tidak boleh memaksakan kehendak mengambil pungutan dana dari rakyat dengan skema apapun. Dana JHT merupakan hak buruh yang harus diberikan kapanpun saat mereka membutuhkan.

Selanjutnya, terkait jaminan kesehatan, rakyat seharusnya berhak mendapatkan pelayanan gratis dari negara bukan malah memaksa untuk membayar iuran. Sebab, pendidikan dan kesehatan rakyat harus ditanggung oleh negara.

“Untuk itu, kami berharap pemerintah menunda sementara waktu pembangunan beberapa proyek infrastruktur yang belum mendesak dan dibutuhkan oleh masyarakat. Kita harus lebih bersabar dahulu menunggu ekonomi benar-benar pulih dan stabil,” kata Agus.

Agus mengingatkan jika belum mampu membahagiakan rakyat, jangan dipersulit kehidupan mereka yang sudah berat.

“Jangan korbankan rakyat hanya demi satu ambisi,” tegas Ketum PRIMA Agus Jabo Priyono.(fri/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler