jpnn.com, PONOROGO - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) menyampaikan betapa besarnya jasa pondok pesantren, termasuk Gontor, terhadap bangsa Indonesia.
Bahkan, pondok pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan masih terjaga dan eksis hingga melampaui usia negaranya sendiri, seperti Muhammadiyah, NU, dan Pondok Gontor, usianya lebih dari 100 tahun.
BACA JUGA: Isu Pilpres Hanya Diikuti 2 Capres, HNW Ingatkan Ketentuan Konstitusi
"Menurut saya, hal tersebut menjadi suatu fakta terjadi relasi yang sangat baik antara negara dengan ormas Islam dan dengan lembaga pendidikan Islam dan menjadi bagian penting untuk selalu dijaga," kata HNW seusai menghadiri acara Sujud Syukur dan Pembukaan Peringatan 100 Tahun Gontor, Rabu (27/9).
HNW mengatakan Gontor juga turut menjaga relasi yang baik antara pendidikan Islam dengan negara, termasuk juga dengan peraturan perundangan yang ada, dan dengan sistem yang dibangun negara.
BACA JUGA: Apresiasi Hajatan Betawi IV, HNW: Ini Menegaskan Bangsa yang Berbudaya
Walaupun Gontor menegaskan dirinya sebagai pesantren modern, dan alumninya ada di mana-mana, seperti di ormas, orpol, berkarier di kementerian, lembaga eksekutif dan legislatif di dalam maupun luar negeri.
Namun Ponpes Modern Gontor tetap menegaskan dirinya bagian dari Indonesia.
Ini sangat dipentingkan di mana masih banyak orang terkena yang namanya Islamophobia, seolah-olah pesantren hal yang membahayakan negara.
"Tadi saya jelaskan di pidato saya tentang sejarah Gontor yang sangat lekat dengan Indonesia. Itu terbukti dengan bunyi syair dalam mars Gontor yang diciptakan tahun 1941 sebelum Indonesia merdeka," kata HNW.
Di dalam mars Gontor itu disebutkan bahwa ada tiga jenis ibu yakni, ibu biologis atau ibu kandung, Gontor sebagai ibu dan Indonesia sebagai ibu.
Menurut HNW, hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat fenomenal. Artinya, Gontor sangat menjaga hubungan baik dengan negara Indonesia.
Inilah yang membuat Gontor terus berkembang, lebih dari 20 cabang pondok pesantren. Muridnya sangat banyak berlipat-lipat hingga lebih dari 32 ribu anak didik.
Semangat itulah yang dibawa Gontor memasuki abad ke dua kehadirannya sesuai tema yang diputuskan Badan Wakaf, lembaga tertinggi di Gontor, yakni 'Menghadirkan Nilai-Nilai Islam Membangun Peradaban Utama'.
"Harmoni semacam ini, menurut saya harus terus dibangun, dijaga dan dikuatkan sehingga tidak ada ketegangan antara negara dengan pesantren. Apalagi di tahun politik, menyongsong 100 tahun Indonesia Merdeka," tegasnya.
HNW menilai hal itu benar-benar perlu dijaga sehingga terjalinlah terus menerus hubungan yang betul-betul menghadirkan komitmen untuk kebaikan negara dan pesantren, dan hadirnya peradaban yang utama.
Acara Sujud Syukur dan Pembukaan Peringatan 100 Tahun Gontor berlangsung lancar dan dihadiri alumni Gontor di seluruh pesantren alumni se-Indonesia dan di seluruh dunia.
Kegiatan tersebut dihadiri Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Ketum MUI yang juga Wakil Rais 'Aam PBNU KH Muhammad Anwar Iskandar.
Kemudian Ketua PP Muhammadiyah KH Saad Ibrahim, Waketum DMI dan ormas-ormas lainnya. Sujud syukur itu juga diikuti oleh jaringan
Ada juga Sheikh Belaid Hamidi Al-Khattath (Khattath dari Maroko), perwakilan Alumni PMDG Al-Ustadz H Zainuddin, dan para Pimpinan PMDG KH Hasan Abdullah Sahal, Prof Amal Fathullah Zarkasyi, dan Akrim Mariya juga ketua panitia yang juga Rektor Universitas Islam Darussalam Prof Hamid Fahmy Zarkasyi juga mantan Ketum PP Muhammadiyah Prof Dien Syamsudin yang juga anggota Badan Wakaf Gontor. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi