jpnn.com, TOKYO - Perdana Menteri Shinzo Abe mengirimkan persembahan ke Kuil Yasukuni di Tokyo dalam rangka peringatan 75 tahun momen Jepang menyerah kepada Sekutu di Perang Dunia II,
Pada kesempatan itu dia pun bersumpah tidak akan pernah mengulangi peperangan.
BACA JUGA: Haus Perang, Turki Ancam Kirim Lebih Banyak Pasukan ke Irak
"Tidak akan pernah mengulangi tragedi perang. Kami akan tetap berkomitmen pada sumpah tegas ini," kata Abe, yang mengenakan masker dalam upacara resmi mengenang para korban tewas dalam Perang Dunia II, di tengah pandemi COVID-19.
Sedikitnya empat menteri kabinet Jepang melakukan ritual penghormatan secara langsung di Kuil Yasukuni, tempat untuk mengenang 14 pemimpin perang Jepang, yang didakwa sebagai penjahat perang oleh pengadilan Sekutu, dan para korban tewas.
BACA JUGA: Info dari Pak Mahfud: Ada Bintang Jasa bagi Tenaga Medis Gugur dalam Perang Lawan Corona
Kuil tersebut dianggap oleh Tiongkok dan Korea Selatan sebagai simbol agresi militer Jepang pada masa lampau. Abe sendiri tidak melakukan kunjungan secara langsung ke kuil itu sejak Desember 2013 karena adanya sentimen tersebut.
Shuichi Takatori, anggota Partai Liberal Demokratik --partai tempat Abe berasal, mengatakan kepada wartawan bahwa ia menyampaikan persembahan untuk mewakili Abe sebagai pemimpin partai, mengirim pesan bahwa Abe menghaturkan penghormatannya.
BACA JUGA: Perang Antarwarga Pecah Setiap Hari, Ada yang Bawa Samurai
Korea Selatan memperingati tanggal yang sama, 15 Agustus, sebagai Hari Pembebasan Nasional, yakni ketika penjajahan oleh Jepang sejak 1910 berakhir pada 1945 usai pembebasan Semenanjung Korea oleh pihak Sekutu.
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dalam pidatonya menyebut bahwa pemerintahannya selalu siap untuk mendiskusikan perselisihan sejarah masa lalu bersama Pemerintah Jepang.
Hubungan antara Jepang dan Korea Selatan masih terganjal oleh perselisihan mengenai kompensasi bagi buruh paksa Korea yang bekerja di pabrik dan pertambangan ketika masa penjajahan Jepang.
"Kami sudah mulai berdiskusi dengan Pemerintah Jepang menyangkut sebuah solusi bersahabat yang dapat disetujui oleh para korban. Pintu untuk bernegosiasi selalu terbuka lebar," kata Moon di Seoul.
Ketegangan hubungan kedua negara juga terkait dengan persoalan perempuan-perempuan Korea yang dipaksa bekerja sebagai penghibur di rumah prostitusi bagi pasukan militer Jepang.
Sementara bagi Tiongkok, invasi dan pendudukan oleh pasukan militer kerajaan Jepang mulai 1931 hingga 1945 masih menyisakan kenangan pahit.
"Kita harus belajar dari sejarah, menjadikan sejarah sebagai peringatan bagi masa depan, dan menunjukkan bahwa kita telah siap untuk berjuang dalam perang," demikian komentar salah satu pejabat dalam surat kabar militer Tiongkok, Tentara Pembebasan Rakyat. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil