jpnn.com, JAKARTA - Georgia merayakan Hari Nasional untuk memperingati deklarasi kemerdekaan pada 26 Mei 1918 sebagai republik demokratis pertama.
Duta Besar Georgia untuk Indonesia Irakli Asashvili menjelaskan hari kemerdekaan negaranya menjadi momen penentu bagi status kenegaraan modern dalam sejarahnya selama 3.000 tahun.
BACA JUGA: Kemenangan 4-0 Spanyol Atas Georgia Memakan Korban
Sayangnya, setelah 3 tahun merdeka, Georgia dianeksasi oleh Tentara Merah Soviet selama 70 tahun.
Georgia kembali meraih kemerdekaannya pada 1991 dan memulai perjalanan baru transformasi demokrasi dan ekonomi.
BACA JUGA: Hasto PDIP Pamerkan Cerutu Indonesia pada Dubes Georgia
"Reformasi yang efektif dalam kebijakan ekonomi dan pemerintahan telah membuat Georgia mendapatkan reputasi sebagai reformis regional dan global teratas," kata Asashvili, Kamis (26/5).
Dia menjelaskan transformasi telah membentuk lingkungan bisnis yang liberal, stabil, aman, dan bebas korupsi di negara yang dikenal sebagai wilayah anggur tertua di dunia itu.
BACA JUGA: Akhir Petualangan Gangster Georgia 07 Stress
Tujuan ambisius Georgia ialah menjadi salah satu lokasi investasi terbaik di peta dunia.
Hal itu diwujudkan melalui sejumlah peringkat internasional yang diakui dengan baik.
Asashvili menyebutkan prestasi Georgia saat menempati urutan ketujuh dalam laporan Doing Business 2020 oleh Bank Dunia.
"Menurut Heritage Foundation, ekonomi Georgia adalah yang paling bebas ke-12 dalam Indeks Kebebasan Ekonomi 2021," ujar dia.
Kemudian, Economic Freedom of the World 2021 oleh Institusi Frazer (Frazer Institute) menunjukkan posisi Georgia meningkat 3 langkah dan menempati peringkat kelima di antara 165 negara.
Berdasarkan Corruption Perception Index 2020 oleh Transparansi Internasional, Georgia menempati peringkat ke-45 di antara 180 negara dengan skor 56.
Selain itu, Georgia juga memiliki salah satu beban pajak terendah menurut Bank Dunia dan Price Water House Coopers (PWC).
"Menurut Fitch, Standard and Poor's and Moody's, Georgia memiliki rekam jejak kerja sama dan dukungan kuat dari lembaga-lembaga keuangan internasional, yang mendukung kredibilitas kebijakan, momentum reformasi yang berkelanjutan dan mengurangi risiko pembiayaan," tutur Asashvili.
Secara geografis, Georgia diposisikan secara strategis sebagai pintu gerbang antara Eropa dan Asia yang menawarkan kemudahaan akses ke sebagian besar pasar utama Eropa, Asia Tengah dan Timur Tengah.
Sebagai hasil dari upaya liberalisasi perdagangan yang ditargetkan, Georgia memiliki rezim perdagangan bebas dengan Uni Eropa (DCFTA), Inggris, Turki, Cina (termasuk Hong Kong), Ukraina, Asosiasi Perdagangan Bebas (EFTA) dan negara-negara Commonwealth of Independent States (CIS) yang membuka akses bebas tarif bea cukai dan impor ke pasar konsumen dengan sekitar 2,3 miliar penduduk.
"Georgia juga menikmati rezim GSP dengan Amerika Serikat, Kanada dan Jepang, yang mencakup tambahan 490 juta pasar konsumen," tambah Asashvili.
Georgia juga pusat transit regional yang menawarkan saluran distribusi yang signifikan melalui infrastruktur transportasi yang baru diperluas.
Dengan latar belakang budaya yang kaya dan beragam, tidak mengherankan bahwa Georgia memiliki industri pariwisata yang digemari.
Georgia memiliki pegunungan Kaukasus, garis pantai Laut Hitam, iklim dan perairan mineral yang kuratif, sejarah kuno, budaya dan tradisi yang beragam, masakan lezat, kaya akan budaya anggur, dan keramahan orang Georgia yang terkenal di dunia.
Sejak dimulainya pandemi Covid-19 pada 2019, Georgia tetap memiliki lebih dari sembilan juta wisatawan.
Di tengah pandemi Covid-19, Georgia terus berinvestasi dalam infrastruktur pariwisata, termasuk diversifikasi produk-produk pariwisata.
Asashvili menyoroti hubungan Indonesia dan Georgia yang terjalin sejak 1993. Sejak itu, kedua negara telah menjalin persahabatan dan kemitraan yang berkelanjutan.
Pembentukan Kedutaan Besar Georgia di Jakarta pada 2012 dinilai memainkan peran signifikan dalam meningkatkan hubungan ini.
"Sementara itu, misi Georgia ke Indonesia adalah perwakilan diplomatik pertama Georgia di kawasan ASEAN," lanjut Asashvili.
Kemitraan antara Indonesia-Georgia, lanjut Asashvili, terus menjadi lebih kuat di berbagai sektor, termasuk urusan politik, publik, pemerintahan, budaya, dan hubungan people-to-people.
"Saya sangat senang bahwa semakin banyaknya wisatawan Indonesia dan pelancong bisnis tertarik untuk mengunjungi Georgia setiap tahun dan saya berharap tren ini akan terus berlanjut dan bahkan meningkat dalam waktu dekat," kata dia.
Menurut dia, Georgia juga tertarik untuk memulai pembicaraan tentang perjanjian perdagangan preferensial dengan Indonesia.
"Di tahun-tahun mendatang, kami mengharapkan untuk dapat menyaksikan banyaknya pencapaian baru, terutama di masa pascapandemi Covid-19," tandas Asashvili. (mcr9/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Dea Hardianingsih