Peringati KAA, LaNyalla Ingatkan Kasus Sri Lanka yang Terjerat Utang

Senin, 18 April 2022 – 04:54 WIB
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Foto: Humas DPD Ri

jpnn.com, JAKARTA - Sri Lanka sebagai salah satu peserta Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 18 April 1955 mendapat perhatian serius dari Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

Pasalnya, negara tersebut kini mengalami default akibat gagal membayar utang luar negeri.

BACA JUGA: Ahmad Basarah Optimistis Semangat KAA Warnai Presidensi G20

Seperti diketahui, Pemerintah Sri Lanka mengumumkan gagal bayar utang luar negeri sebesar 51 miliar dolar AS (Rp 732 triliun).

Gagal bayar mereka umumkan sebagai langkah terakhir, setelah Sri Lanka kehabisan devisa untuk mengimpor barang pokok yang dibutuhkan masyarakat.

BACA JUGA: Pelaku Sejarah Dukung Dokumen KAA Jadi Warisan Dunia versi UNESCO

“Melalui momentum peringatan KAA hari ini, saya meminta negara-negara Asia-Afrika, mewaspadai jebakan utang luar negeri yang bisa berubah menjadi alat tekan dan penguasaan atas kedaulatan suatu negara,” ujar LaNyalla dalam siaran pers pada Senin (18/4/2022).

LaNyalla juga meminta 29 negara peserta KAA saat itu, mengingat kembali tujuan utama dari konferensi tersebut, yaitu membangun solidaritas dan persatuan.

BACA JUGA: Israel Membantai Muslim Saat Bulan Puasa, LaNyalla Berkomentar Begini

Selain itu, tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekuasaan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.

“Salah satu dari Dasa Sila Bandung yang dihasilkan dari KAA tersebut adalah menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai. Seperti perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hukum ataupun cara damai menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan yang sesuai dengan Piagam PBB,” terangnya.

Termasuk bagaimana China sebagai pemberi utang kepada Sri Lanka memberi kelonggaran melalui skema restrukturisasi utangnya yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur di Sri Lanka.

“Ini penting saya sampaikan, jangan sampai tudingan bahwa China sebagai pemberi pinjaman terbesar keempat Sri Lanka, setelah pasar keuangan global, Bank Pembangunan Asia, dan Jepang, menggunakan utang sebagai jebakan untuk negara-negara yang lebih kecil dan lebih miskin,” ujar Senator asal Jawa Timur itu.

LaNyalla pun mengingatkan pemerintah Indonesia untuk tidak menganggap enteng utang luar negeri. Terutama yang menggunakan skema turn key project untuk proyek-proyek infrastruktur.

Dia mengingat kasus Sri Lanka, negara tersebut harus menyerahkan pelabuhan strategis mereka, Hambantota, untuk dikelola oleh BUMN China.  

LaNyalla melansir CNBCIndonesia, pada Februari 2022, utang luar negeri Indonesia kepada China tercatat US$ 20,78 miliar. Naik 0,76% dari bulan sebelumnya (month-on-month/mtm).

Dalam periode yang sama, utang luar negeri dari Singapura turun 0,75%, dari AS turun 0,22%, dan Jepang turun 0,91%.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler