jpnn.com - RATUSAN warga membeludak di Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi RT 22/RW 08, Dusun Sumber Cengkelek, Kecamatan Gading, Probolinggo, Senin (3/10).
Kedatangan mereka ingin melihat rekonstruksi (reka ulang) kasus pembunuhan Abdul Gani, 43, pengusaha batu mulia asal Desa Semampir, Kraksaan, Probolinggo yang digelar oleh Ditreskrimum Polda Jatim.
BACA JUGA: Jual Harta, Menuntut Ilmu di Pedepokan Dimas Kanjeng
M Romadoni – Radar Surabaya
Rekonstruksi kasus pembunuhan yang diduga diotaki oleh pimpinan padepokan, Dimas Kanjeng Taat Pribadi, 46, dilakukan sebanyak 70 adegan.
BACA JUGA: Pare Memang Pahit tapi Khasiatnya Luar Biasa, Pak Dahlan Sudah Membuktikan
Untuk mengamankan rekonstruksi Polda Jatim sampai menerjunkan 300 pasukan Brimob dan Sabhara.
Rekonstruksi ini dengan menghadirkan lima tersangka yakni Wahyu Wijaya, 50, pecatan TNI berpangkat letkol asal Surabaya; Wahyudi, 60, pensiunan Kopassus berpangkat letkol yang tinggal di Salatiga; Ahmad Suryono, 54, pecatan TNI berpangkat kapten asal Jombang, dan Kurniadi, 50, warga Lombok NTB.
BACA JUGA: Kisah Mengharukan Safrina, Penderita Cerebral Palsy, Kuliah Hingga S-2
Selain para tersangka, dihadirkan pula sebagai saksi oknum anggota TNI AU Serka Rahmad Dewaji yang diduga terlibat membuang jenazah Abdul Gani ke jembatan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri Jawa Tengah, 11 April 2016 lalu. Kasus Serka Rahmad Dewaji kini ditangani oleh Polisi Militer AU.
Sedangkan, untuk empat tersangka yang masih buron, di antaranya Muryat Subianto (diduga anggota polisi), Boiran, Erik Yuliga, dan Anis Purwanto, adegan dilakukan oleh peran pengganti dari kepolisian.
Untuk rekonstruksi pertama, tersangka Wahyudi bersama Muryad berada di rumah sultan (sebutan anak buah Taat Pribadi) di depan rumah utama ditempati oleh Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Keduanya mengkoordinir tersangka lainnya untuk datang ke padepokan.
Adegan kedua, Wahyudi yang baru setahun menjadi sultan ini bersama Muryad menuju ke tenda milik jamaah yang berada persis di belakang rumah utama.
Pada adegan itu terlihat ketiga tersangka Wahyudi, Muryat dan Wahyu Wijaya berkumpul untuk menyusun rencana pembunuhan Abdul Gani.
Adegan ketiga, Wahyudi menyampaikan perintah dari Dimas Kanjeng Taat Pribadi untuk menghabisi nyawa Abdul Gani, dengan alasan disinyalir korban akan membeberkan praktik pengandaan uang.
Yakni menjadi saksi penipuan di Mabes Polri atas laporan profesor yang tertipu Rp 200 miliar.
Tentunya hal itu dinilai sangat membahayakan dan mengancam keberlangsungan padepokan.
"Kami mendapat perintah dari yang Mulia (Sebutan Taat Pribadi, Red), agar membunuh Abdul Gani. Saya disuruh memberitahu kalian semua," kata Wahyudi saat memperagakan beberapa adegan.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol RP Argo Yuwono mengatakan pada reka ulang berikutnya kelima tersangka mengadakan pertemuan di padepokan untuk merancang pembunuhan berencana ini, pada Senin (11/4) sekitar pukul 16.00.
"Kemudian pada adegan kelima, mereka berkumpul ke gedung asrama putra atau aula padepokan untuk mempersiapkan alat yang dibutuhkan untuk mencabut nyawa korban," ungkapnya didampingi Direskrimum Polda Jatim AKBP Cecep Ibrahim.
Menurut Argo, pada Selasa (12/4), tersangka Muryat Subianto dengan membawa mobil dan kotak yang berisi lakban, tali, batang besi yang kemudian di masukkan ke dalam kamar nomor dua milik santri.
Kemudian, Wahyudi menerima uang dari Dimas Kanjeng Taat Pribadi Rp 130 juta untuk diberikan ke korban.
"Itu merupakan cara tersangka untuk memancing korban supaya datang ke padepokan persis sehari sebelum Gani dipanggil menjadi saksi kunci kasus penipuan laporan dari seorang profesor di Mabes Polri," tuturnya.
Menurut Argo, pada adegan keenam, ketiga pelaku menuju ke asrama putra atau aula padepokan berlantai dua, sembari mencoba menelepon korban. Sedangkan pada reka ulang ke tujuh dan delapan Muryat duduk bersama korban di teras pedepokan yang berjarak lima meter dari aula.
"Tersangka Wahyu Wijaya memanggil korban untuk menyerahkan uang pemberian Taat Pribadi. Lantas, korban dibawa masuk ke dalam kamar santri dengan alasan uangnya ada di dalam lemari pakaian," terang Argo.
Perwira dengan tiga melati di pundaknya ini menambahkan pada adegan ke 27 saat korban masuk ke kamar, lanjut Argo, Kurniadi mengambil besi dari atas lemari dan memukul tengkuk korban hingga tersungkur.
Kemudian, Boiran dengan membawa tali sepatu hijau menjerat leher korban. Sedangkan Wahyu Wijaya melakban leher sampai mulut korban,” ungkapnya. Tersangka Boiran juga membungkus wajah korban dengan tas kresek warna biru.
"Pada adegan 30 sampai 46, korban yang sudah tidak bernyawa ini kemudain ditelanjangi dan dimasukkan ke boks plastik warna putih-biru berukuran 90 cm x 70 cm. Boks itu dimasukkan ke dalam mobil avanza warna hitam di bagian belakang," bebernya.
Sementara, Wahyudi bersama Kurniadi dan Boiran bertemu di halaman parkir padepokan. Mobil avanza yang dikemudian oleh Rahmad Dewaji dibawa ke Wonogiri Jawa Tengah.
Lalu, saat berada di jembata Waduk Gajah Mungkur, para tersangka membuang mayat korban dari atas jembatan. Setelah itu, mereka kembali ke Probolinggo. Lalu, mobil korban Avanza putih N 1216 NQ dibuang tersangka Ahmad Suryono dan Erik Yuliga di tengah hutan di Solo, Jawa Tengah.
"Gelar rekonstruksi ini untuk membuktikan dan mencocokan berkas yang sudah kami dapat dari penyidikan. Gunanya, nanti terkait temuan baru dalam reka ulang akan berguna untuk dipakai pemberkasan kasus ini," pungkas dia Argo.
Dimas Kenjeng Taat Pribadi telah ditetapkan sebagai tersangka dalang kasus pembunuhan Ismail Hidayah asal Situbondo dan Abdul Gani asal Kraksaan, Probolinggo, keduanya juga pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
Selain itu, dia juga menjadi tersangka kasus penipuan berkedok penggandaan uang. (don/no/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jual Nasi Rp 2.000 Sebungkus, Jangan Tanya Untung Berapa
Redaktur : Tim Redaksi