Perizinan yang Tak Berbelit-belit Mempermudah Dibukanya Lapangan Kerja Baru

Selasa, 17 November 2020 – 18:02 WIB
Ilustrasi RUU Cipta Kerja membuka lapangan kerja bagi milenial. Foto: Antara

jpnn.com, JAKARTA - Pekerjaan dan kehidupan yang layak adalah bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) di manapun. Di Indonesia, pemenuhan hak atas pekerjaan ini memiliki tantangan yang sangat besar, yaitu jumlah angkatan kerja yang sangat besar dan meningkat setiap tahun, dan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.

Direktur Eksekutif Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (INDEKS) Nanang Sunandar mengatakan, UU Cipta Kerja adalah kebijakan terobosan yang diperlukan untuk menciptakan lapangan kerja baru sebanyak-banyaknya.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Jokowi Murka? RIzieq jadi Lawan Prabowo di 2024, Dua Kapolda Kena Getah

Tujuannya ialah agar akses terhadap lapangan kerja yang menyejahterakan bisa dinikmati oleh sebanyak-banyaknya angkatan kerja.

“Kebijakan terobosan ini makin terasa mendesak ketika Indonesia sedang mengalami bonus demografi seperti sekarang, tetapi secara bersamaan puluhan juta orang kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan karena dampak wabah Covid-19,” ujar Nanang, yang juga Peneliti ketenagakerjaan INDEKS di Jakarta, Selasa (17/11).

BACA JUGA: UU Cipta Kerja Memudahkan Jalur Birokrasi Perizinan dan Mencegah Korupsi di Institusi

Menurut Nanang, salah satu masalah utama ketenagakerjaan di Indonesia adalah kondisi permintaan dan pasokan tenaga kerja yang jauh dari berimbang.

Keadaan ini berdampak sekaligus pada angka pengangguran yang tinggi, juga masalah upah dan kesejahteraan pekerja.

BACA JUGA: DKI Jakarta Buka 1.545 Lowongan Kerja, Tugasnya Melacak Kontak

Sebelum UU Cipta Kerja, masalah ini terutama diselesaikan lewat regulasi. Namun, menurut Nanang, penyelesaian yang terlalu bertumpu pada regulasi upah dan kesejahteraan tidak efektif dalam implementasinya, karena bertentangan dengan logika pasar tenaga kerja.

“Karena pasokan jauh lebih besar dari permintaan, angkatan kerja secara alamiah memiliki daya tawar yang cenderung rendah dalam pasar tenaga kerja. Apalagi, sebagian besar angkatan kerja di Indonesia berpendidikan rendah dan kurang terlatih. Ketidakseimbangan inilah asal-muasal masalah upah dan kesejahteraan pekerja,” tambah Nanang.

Penyederhanaan berbagai peraturan dalam investasi, perizinan dan proses bisnis, dan ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja, menurut Nanang, harus dipahami sebagai kesatuan mekanisme dalam menciptakan kondisi yang lebih seimbang antara pasokan dan permintaan tenaga kerja.

“Ketika investasi mengalir lancar ke sektor-sektor padat karya, perizinan dan proses bisnis dipermudah, dan regulasi ketenagakerjaan dibuat lebih fleksibel, ini semua akan menciptakan banyak lapangan usaha yang meningkatkan permintaan atas tenaga kerja. Secara otomatis, angka pengangguran yang sekarang melonjak karena wabah akan sangat berkurang,” sambung Nanang.

Sementara dari sisi mekanisme pasar daya tawar angkatan kerja akan naik seiring peningkatan permintaan tenaga kerja, UU Cipta Kerja juga memfasilitasi peningkatan keterampilan secara terintegrasi dengan penguatan jaminan sosial ketenagakerjaan.

“Pendekatan UU Cipta Kerja mendorong peningkatan kesejahteraan pekerja yang selaras dengan peningkatan produktivitas,” pungkasnya. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler