Perjalanan Komunitas Indonesia's Sketchers setelah Pameran di Kedubes Belanda

Ingin Bikin Sketsa dari Sabang sampai Merauke

Senin, 18 Mei 2015 – 03:29 WIB

jpnn.com - Di dunia seni rupa, seni sketsa masih kalah pamor daripada lukisan ataupun seni patung. Namun, di tangan komunitas Indonesia’s Sketchers, sketsa ternyata mampu berkembang dan bisa menghidupi para anggotanya.

BACA JUGA: Hai...Mau Ngapain setelah Lulus SMA?

Sebagian anggota Indonesia’s Sketchers saat pameran besar perdana di Erasmus Huis, Kedutaan Besar Belanda, di Jakarta April lalu. Foto: Indonesia’s Sketchers

TIGA buku sketsa atau sketchbook milik Donald Saluling tertumpuk di meja kafe. Isinya sungguh menarik. ’’Ini cuma sebagian kecil hasil sketsa saya. Masih banyak buku yang lain,’’ kata Donald saat ditemui Jawa Pos di sebuah kafe di Cilandak Town Square, Jakarta, Jumat (15/5).

BACA JUGA: Ternyata, Tari Poco-poco bisa Mencegah Penderita Diabetes tak Cepat Pikun

Donald adalah salah seorang aktivis Indonesia’s Sketchers (IS) sejak komunitas itu diproklamasikan pada Agustus 2009. Bahkan, kini dia dipercaya sebagai PR (public relation) kelompok seniman sketsa itu. Sudah tak terhitung sketsa karya Donald. Yang terbaru gambar Bundaran Senayan saat momen Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 April lalu.

Donald merasa perlu mengabadikan momen tersebut karena saat itu Bundaran Senayan terlihat cantik dengan bendera negara-negara peserta KAA.

BACA JUGA: Sensasi di Ujung Bukit Parangendog

’’Suasananya sangat berbeda dari biasanya. Terlihat menarik untuk diabadikan,’’ ujarnya.

Ada juga gambar sketsa suasana ruang tunggu sanggar balet, tempat anaknya berlatih. Donald iseng ’’memotret’’ para orang tua yang setia menunggu sang anak dengan berbagai aktivitas. Ada yang asyik menelepon, ada yang mengantuk, dan sebagainya.

Itulah inti aktivitas menggambar sketsa yang dikembangkan komunitas IS. Donald mengatakan, slogan IS adalah we draw what we witness (menceritakan apa yang dilihat langsung). Bagi anggota IS, melakukan sketching atau menggambar sketsa tidak sekadar menciptakan goresan membentuk pola, tapi menceritakan isu dari goresan itu.

Sketching itu sekaligus melakukan observasi, termasuk melihat situasi atau bangunan dari berbagai sisi,” kata desainer grafis tersebut.

Komunitas IS didirikan atas inisiatif Atit Dwi Indarty yang terinspirasi setelah sering membuka blog urbansketchers.org, situs komunitas sketchers dari seluruh dunia.

’’Di situs sketchers itu ternyata ada satu kontributor dari Indonesia, yakni Mas Chedar (Dar Chedar, Red). Dari situlah, Atit kemudian termotivasi untuk mendirikan IS,” kata Donald. Atit saat ini sedang bersiap untuk kelahiran anak pertama.

Dalam perjalanannya, acara live sketching atau menggambar dengan mengamati objek langsung menjadi ciri utama komunitas IS. Kegiatan itu dilakukan secara rutin sebulan sekali.

”Di luar gathering, biasanya anggota hampir setiap hari nyeket sendiri-sendiri,” ujarnya.

Hasil sketsa para anggota wajib diceritakan pada akhir acara kopdar (kopi darat). Tidak untuk dinilai baik atau buruk. Tapi, setiap anggota diharapkan mau berbagi ilmu untuk bisa menutupi kekurangan anggota yang lain.

”Jadi, anggota IS itu adalah guru sekaligus murid,” jelasnya. Anggota IS terus bertambah. Kini jumlahnya mencapai 300 orang dan tersebar di 10 kota. Yakni, Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang, Jogjakarta, Medan, Pekanbaru, Balikpapan, Samarinda, dan Makassar. Setiap hari sedikitnya lima sketsa muncul di Facebook IS.

’’Facebook kami ternyata banyak follower-nya. Jumlahnya 14 ribuan. Artinya, sketsa karya anggota IS banyak diapresiasi follower,’’ kata Donald.

Pada 2012, IS mulai memberdayakan karya para anggota. Mereka diminta untuk mengirimkan hasil sketsa terbaiknya dalam bentuk digital dengan resolusi tinggi. ’’Sketsa itu kami bikin merchandise berbentuk kartu pos atau kami cetak dalam ukuran besar yang layak untuk dijual,’’ kata Donald.

Sebagian hasil penjualan karya itu diberikan kepada anggota sebagai kredit. Selain dijual, sketsa para anggota dipamerkan di berbagai event seni atau bazar.

”Saat ada Kota Tua Creative Festival 2013, kami buka stan. Ternyata, banyak pengunjung yang tertarik. Salah satunya seorang bule,” cerita Donald.

Bule itu tertarik sketsa Museum Fatahillah karya anggota IS. Dia mengatakan, Museum Fatahillah merupakan salah satu bangunan peninggalan Belanda yang masih terpelihara dengan baik. Dia kemudian menawari IS untuk pameran di kantornya, Kedutaan Besar Belanda di Jakarta.

’’Ternyata bule itu staf di Kedutaan Belanda,’’ kata Donald. Pameran tersebut adalah rangkaian acara 200 tahun Kerajaan Belanda yang dirayakan pada 2014 dan 2015. Kedutaan Belanda ingin menggelar pameran seni dengan nuansa khas Negeri Kincir Angin itu di Indonesia.

’’Akhirnya disepakati tema gambarnya adalah bangunan warisan Belanda yang masih fungsional di Indonesia,’’ jelas Donald.

Itulah pekerjaan besar pertama yang melibatkan para anggota IS dari berbagai daerah. Sejumlah anggota IS dari Jakarta, Surabaya, Jogja, Bogor, Bandung, Semarang, dan Medan diminta untuk membuat karya terbaik. Mereka diminta untuk menggambar bangunan warisan Belanda di daerahnya masing-masing. ’’Tidak hanya menggambar, mereka harus tahu cerita gedung itu.’’

Hasilnya, terkumpul 30 sketsa yang kemudian dipamerkan di Erasmus Huis, Kedubes Belanda, 2–30 April lalu. Ada kebanggaan tersendiri dari para anggota IS karena pameran pertama mereka mendapat apresiasi dari Kedubes Belanda. Bahkan, beberapa sketsa laku dibeli pengunjung. ”Lumayan, satu karya di atas tiga jutaan,” ujarnya.

Dampak lain, dari pameran itu, IS ingin segera merealisasikan salah satu cita-citanya, yakni membuat buku yang menggambarkan Indonesia melalui sketsa.

”Kami ingin suatu saat Sabang sampai Merauke bisa kami gambar dengan sketsa. Siapa tahu, dengan sketsa, kami bisa lebih memperkenalkan negeri elok kita ini kepada bangsa lain,” tandas Donald.(*/c10/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Misteri Lukisan Chaerul Saleh, tak Ada yang Berani Memajang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler