jpnn.com - JPNN.com JAKARTA - Anggota tim advokat Kadin Jatim, Aristo Pengaribuan mengatakan jawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi tim Penasihat Hukum kabur dan kontradiktif.
Bahkan menurut Aristo, argumentasi JPU bahwa penyidikan ulang dana hibah Kadin Jatim tidak pernah dibatalkan dan dilarang oleh putusan Praperadilan adalah manipulasi kebenaran hukum.
BACA JUGA: Viva Mexico dan Indonesia Raya di HUT Kemerdekaan
“Putusan Praperadilan itu sangat jelas, sudah membatalkan objek perkara dana hibah Kadin Jatim, dan itu lebih dari sekedar proses administratif. Kalau JPU hanya menggangap proses itu adalah proses administratif belaka, adalah kesalahan besar. Peradilan pidana adalah peradilan yang mencari kebenaran materiil,” kata Aristo, Kamis (15/9) di Jakarta.
Dari ketiga putusan Praperadilan tentang perkara dana hibah Kadin Jatim, sangat jelas disebutkan dalam masing-masing putusan majelis.
BACA JUGA: KPK Bisa Jerat Pejabat Indonesia Penerima Suap di Mancanegara
Yang pertama, penetapan La Nyalla Mahmud Mattalitti sebagai Tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait penyalahgunaan dana bantuan hibah Pemerintah Provinsi Jatim pada Kadin Jatim tahun 2011-2014, termasuk di dalamnya pembelian saham Initial Public Offering (IPO) Bank Jatim Tahun 2012, adalah tidak sah dan melanggar hukum.
Kedua, Pengadilan melarang Kejaksaan Agung RI cq. Kejaksaan Tinggi Jawa Timur untuk menerbitkan Sprindik guna membuka kembali perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait penyalahgunaan dana bantuan hibah Pemerintah Provinsi Jatim pada Kadin Jatim tahun 2011-2014, termasuk di dalamnya pembelian Saham Initial Public Offering (IPO) Bank Jatim tahun 2012.
BACA JUGA: KH Hasyim Muzadi Siap Bantu PDIP Tumbangkan Ahok
Dan ketiga, apabilaKejaksaan Agung RI cq. Kejaksaan Tinggi Jawa Timur mengeluarkan lagi Sprindik terkait perkara dimaksud, maka penyidikan dimaksud adalah penyidikan yang tidak sah dan melanggar hukum serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, karena berangkat dari proses yang tidak sah. Ketika pohonnya tidak sah, maka buahnya juga tidak sah.
Doktrin ini dikenal dengan nama fruit of the poisonous tree.
Dijelaskan Aristo, putusan Praperadilan Nomor: 19/Pra-Per/2016/PN.Sby tanggal 12 April 2016, pengadilan menyatakan bahwa proses dan prosedur Penyidikan dan Penetapan tersangka terhadap Ir. H. La Nyalla Mahmud Mattalitti disamping tidak sah secara formal, juga secara materiil, karena dalil dan alat bukti yang diajukan Termohon merupakan pengulangan fakta-fakta terdahulu yang telah dipertanggungjawabkan oleh terpidana DiarKusuma Putra dan terpidana Nelson Sembiring.
Bukti itu, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21, harus dilihat bukan hanya dari kuantitasnya, tapi juga kualitas buktinya.
Sedangkan pada putusan Praperadilan Nomor: 28/Pra-Per/2016/PN.Sby tanggal 23 Mei 2016, pengadilan menyatakan bahwa dalam perkara tindak pidana korupsi dana hibah Kadin Jatim tahun 2011 s/d 2014; sama sekali tidak terdapat pengkaitan antara perbuatan yang didakwakan kepada Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring tersebut terhadap Ir. H. La Nyalla Mahmud Mattalitti.
“Jadi jelas pengadilan melarang penyidikan perkara dana hibah Kadin dengan menetapkan La Nyalla sebagai tersangka, apalagi terdakwa. Sebab sangat clear, di perkara yang sama, terhadap terdakwa Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring yang sudah inkrah, baik dalam dakwaan, tuntutan JPU maupun putusan majelis hakim tidak ada unsur penyertaan terhadap orang lain, selain kedua terpidana; DiarKusuma Putra dan Nelson Sembiring. Maka kalau didalilkan oleh Kejaksaan dengan menyebut pengembangan perkara, jelas tidak dapat diterima,” urainya.
Oleh karena itu, lanjut Aristo, penyelidikan dan penyidikan yang kedua kalinya atas dana hibah Kadin Jatim dinyatakan tidak relevan dan dilarang untuk dibuka kembali.
Sehingga penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam perkara itu harus dinyatakan tidak sah dan melanggar hukum.
Sementara Advokat yang juga staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini juga menyitir jawaban JPU atas eksepsi tim PH, yang menyatakan bahwa perkara ini berdasarkan fakta-fakta baru, berupa materai yang baru digunakan tahun 2014 dalam pengembalian dana hibah Kadin dan suratdelegasi yang dikatakan hanya akal-akalan.
“Argumentasi tersebut juga sudah diuji oleh putusan Praperadilan. Materai itu hanya formalitas, dan materiilnya sudah dibernarkan oleh saksi-saksi. Bahkan dikutip dalam putusan Praperadilan Nomor: 19/Pra.Per/2016/PN.Sby, disebutkan bahwa nilai kekuatan pembuktian pada kwitansi tidak terletak pada materai, akan tetapi terletak pada isinya, apakah dibenarkan atau tidak, bagi yang terikat dengan isi kwitansi tersebut. Dan pengembalian itu sudah dibenarkan oleh DiarKusuma Putra dan Nelson Sembiring,” paparnya.
Aristo menjelaskan, kalau memang pengembalian tidak terjadi, dan dikatakan hanya akal-akalan, kenapa La Nyalla hanya didakwa memperkaya diri sendiri Rp.1,1miliar? Yang hanyamerupakan hasil penjualan saham? Kenapa tidak dimintai pertanggungjawaban yang Rp 5,3 miliar?
Artinya JPU sendiri mengakui bahwa dana hibah Kadin Jatim yang digunakan untuk pembelian IPO oleh Diar Kusuma Putra sebesar Rp 5,3 miliar tersebut benar sudah dikembalikan.
Dan jika JPU membenarkan bahwa dana Rp 5,3 miliar tersebut benar sudah dikembalikan, maka keuntungan saham Rp 1,1 miliar yang baru diperoleh setahun setelah dana hibah Kadin dikembalikan, adalah keuntungan yang bersifat privat. Karena sumbernya sudah bukan berasal dari dana publik. (pps/rak)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPD: 2016 Momentum Tepat Amandemen UUD 1945
Redaktur : Tim Redaksi