jpnn.com - MATARAM - Perkawinan usia anak menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting atau kekerdilan pada bayi.
Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Sitti Rohmi Djalilah mengajak masyarakat menghindari perkawinan usia anak.
BACA JUGA: Angka Stunting Terus Melaju, Begini Langkah Pemkot Palembang
"Kasus stunting disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya maraknya perkawinan anak," ujar Sitti Rohmi Djalilah dalam keterangannya, Selasa (30/8).
Menurut Sitti Rohmi, dalam UU Nomor 16/2019 tentang Perkawinan disebut perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak yang dilahirkan dan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar.
BACA JUGA: Ganjar Kejar Target Penurunan Angka Stunting, Begini Caranya
"Seperti hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak kesehatan, hak pendidikan dan hak sosial anak," ucapnya.
Untuk itu, orang nomor dua di Pemprov NTB ini meminta agar anak-anak terus bersekolah setinggi-tingginya dan terhindar dari maraknya perkawinan usia anak.
BACA JUGA: Ganjar Tancap Gas Turunkan Angka Stunting di Jawa Tengah
"Anak-anak didorong sekolah, jangan buru-buru menikah. Anak-anak harus sekolah setinggi tingginya," katanya.
Sitti mengapresiasi penurunan angka stunting di Posyandu Tulip, Lingkungan Kamasan.
Pada Februari 2022 tercatat 35 anak mengalami stunting.
Jumlah tersebut mengalami penurunan per Juli 2022, terdapat 12 anak yang mengalami stunting.
"Penurunan angka stunting sudah bagus dari Februari ke Juli. Semoga akhir tahun makin menurun," ucapnya.
Dia berpesan agar pemberian asupan gizi pada anak-anak terus diperhatikan, seperti pemberian protein hewani, sayuran dan lain sebagainya.
"Jangan lupa diberi protein hewani, tiap hari harus dikasih telur atau ayam, ikan air tawar, laut mana mana yang penting tiap hari harus ada protein hewani," katanya.
Sementara itu, Lurah Monjok Leo Amri Saleh mengatakan pihaknya terus berupaya memperhatikan tumbuh kembang anak melalui berbagai langkah. (Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang