jpnn.com - BANGKALAN - Kepolisian Resor Bangkalan, Jawa Timur menyampaikan perkembangan terbaru kasus penganiayaan seorang santri yang berujung kematian.
Polres Bangkalan telah memeriksa 20 orang saksi terkait kasus penganiayaan di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Geger, Bangkalan tersebut.
BACA JUGA: Perempuan Paruh Baya Diduga Hendak Menculik Seorang Anak, Oh, Ternyata
"Ada sekitar 20 orang yang terdiri atas santri, pengurus dan pengasuh pesantren yang telah kami mintai keterangan."
"Pemeriksaan awal dilakukan oleh Polsek Geger dan saat ini di Mapolres Bangkalan," ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bangkalan AKP Pol Bangkit Dananjaya di Bangkalan, Jumat (10/3).
BACA JUGA: Saleh Minta RSUD Ciereng Subang Bertanggung Jawab atas Kasus Kematian Ibu Hamil
Kasus pengeroyokan dan penganiayaan santri itu terjadi pada Selasa, 7 Maret 2023.
Korban berinisial BT (16), asal Kecamatan Klampis.
BACA JUGA: Kurnaesin Tewas Secara Misterius di Rumahnya Sendiri, Ada yang Kenal?
Para pelaku diduga para santri senior di pondok pesantren itu.
"Beberapa saat setelah kejadian, korban sempat dilarikan ke puskesmas terdekat, tetapi nyawanya tidak tertolong," ucap Dananjaya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan medis, korban mengalami luka lebam pada tiga bagian tubuhnya, yakni lengan, punggung dan dada.
Dananjaya menjelaskan pengasuh pondok pesantren telah memasrahkan penyidikan kasus itu kepada polisi agar diusut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
"Selain santri, pengasuh pondok pesantren juga telah dimintai keterangan," ucapnya.
Salah satu informasi yang dapat digali tim penyidik dari keterangan pengurus dan pengasuh pondok pesantren, bahwa di lembaga itu tidak menerapkan sanksi fisik bagi santri yang melanggar aturan pesantren.
Ponpes tersebut selama ini mengutamakan akhlak.
Kasus kekerasan santri di lembaga pondok pesantren sebagaimana terjadi di Bangkalan ini merupakan ketiga kalinya terjadi dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Kasus pertama terjadi pada April 2018, seorang santri di Kecamatan Proppo, Pamekasan, dibacok menggunakan celurit oleh temannya karena salah paham.
Personel gabungan dari Polres Pamekasan dan TNI dari Kodim 0826 Pamekasan terpaksa diterjunkan mengamankan lembaga pesantren untuk mengantisipasi serangan balasan dari keluarga santri yang menjadi korban pembacokan.
Kasus kedua terjadi pada Januari 2021.
Santri salah satu pondok pesantren di Kecamatan Palengaan, Pamekasan, mengalami geger otak karena dipukul pengurus pondok pesantren.
Santri berusia 14 tahun itu terpaksa dirujuk ke Surabaya karena kondisinya sangat parah. (Antara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kecam Kekerasan di Selter ABH, LaNyalla Minta Perlindungan Pada Anak Dijalankan Serius
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang