Perkuat Pengawasan Menuju Transformasi Koperasi Simpan Pinjam

Kamis, 09 Juli 2020 – 14:40 WIB
Deputi Bidang Pengawasan Kemenkop UKM Ahmad Zabadi. Foto: Humas Kemenkop UKM

jpnn.com, JAKARTA - Koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP) harus tumbuh dan berkelanjutan dengan karakter kepercayaan yang besar dari anggota, diterima pasar, dan terbebas dari permasalahan hukum.

Tujuan ini hanya bisa tercapai dengan regulasi pengawasan yang tegas, kuat sekaligus mendorong pertumbuhan koperasi dengan sehat.

BACA JUGA: Salurkan Subsidi Bunga KUR, Kemenkop UKM dan BRI Bersinergi Bangkitkan UMKM

Penguatan pengawasan terus menerus dilakukan sebab ragam persoalan dalam KSP di Indonesia cukup banyak.

KSP saat ini dihadapkan pada tantangan antara lain adanya praktik usaha koperasi yang keluar dari prinsip dan jati diri koperasi, praktik rentenir dan penyediaan jasa keuangan yang terindikasi investasi ilegal berkedok koperasi yang kian marak dan meresahkan masyarakat.

BACA JUGA: Kemenkop dan UKM Menginisiasi Pembentukan Pusat Informasi Pemulihan Ekonomi KUMKM

Praktik menyimpang ini merusak citra koperasi yang sejatinya memiliki tujuan untuk kesejahteraan anggota bersama.

Hal itu ditegaskan Deputi Bidang Pengawasan Kemenkop UKM Ahmad Zabadi dalam webinar bertema “Optimalisasi Fungsi Pengawasan Koperasi”, Senin (6/7/2020) dalam rangka peringatan Hari Koperasi Nasional ke-73.

BACA JUGA: Kemenkop dan UKM Gandeng Perbarindo Untuk Percepat Penyaluran Anggaran PEN Bagi UMKM

Kementerian Koperasi UKM terus berupaya melakukan pembinaan dan pengawasan yang berkualitas dan tegas.

Untuk itu, kata Ahmad Zabadi, harus ada transformasi koperasi melalui fungsi pengawasan yang kuat.

“Transformasi koperasi membutuhkan dukungan regulasi yang saat ini telah diusulkan dalam Omnibus Law dalam RUU Perkoperasian dan RUU Cipta Kerja,” kata Zabadi.

Zabadi menegaskan, pihaknya secara aktif terlibat dalam perumusan dan berkomitmen mendorong penyelesaian kedua regulasi tersebut.

Dalam RUU tersebut, ada tiga usulan penambahan rumusan, yakni pertama, pengaturan pengawasan koperasi, kedua penetapan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Anggota Koperasi.

Ketiga, aturan sanksi pidana dan denda mengenai pengaturan tentang pengawasan dan jaminan kepastian hukum sebagai kendali kegiatan usaha koperasi.

Ditegaskannya, Kemenkop UKM telah menyusun periode pengawasan dalam lima tahun ke depan yang disebut dengan sistem pengawasan terintegrasi.

Pengawasan di setiap level, dari pusat hingga daerah menggunakan standar yang sama sehingga hasil pemeriksaannya pun sama.

Penyelenggaraan pengawasan koperasi dilakukan secara terintegrasi dengan pendekatan berbasis risiko (Buku I, II, III, IV), GCG, dan kinerja.

Dengan menggunakan sistem satu data secara nasional (big data), proses pengawasan secara terintegrasi lebih mudah.

“Penguatan pengawasan itu untuk mewujudkan koperasi yang bertumbuh dan berkelanjutan dengan karakter kepercayaan yang besar dari anggota, diterima pasar, dan terbebas dari permasalahan hukum,” kata Zabadi.

Pengawasan juga memperkuat koordinasi secara lintas sektor, Otoritas Jasa Keuangan, KPPU, Polri, PPATK dan pemerintah daerah.

Penyelenggaraan pengawasan koperasi yang kompatibel dengan perkembangan zaman, melalui fasilitasi digitalisasi kelembagaan dan usaha koperasi, RAT online dan pinjaman online.

Strategi pengawasan juga memperkuat dari aspek hukum, dalam bentuk denda aministrasi dan sanksi pidana. (ikl/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler