Perlu Ada Perubahan Perilaku Masyarakat untuk Mencegah Stunting

Kamis, 30 Juli 2020 – 09:00 WIB
Gerakan Posyandu. Ilustrasi Foto: Istimewa for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Stunting masih menjadi persoalan besar bagi kehidupan anak-anak Indonesia. Hal ini disampaikan Senior Technical and Liasion Adviser Early Childhood Education and Development Tanoto Foundation Widodo Suhartoyo yang selama ini berkecimpung menyaksikan perilaku keluarga Indonesia dalam memberi gizi untuk anak.

Menurut Widodo 70 persen penyebab stunting disebabkan oleh hal-hal di luar kesehatan dan gizi. Termasuk di antaranya sanitasi, lingkungan, perilaku.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Kabar Gembira untuk TNI-Polri, Habib Rizieq Bereaksi, Denny Siregar Ribut

Sebesar 30 persen permasalahan stunting disebabkan oleh perilaku yang salah. Dia mengatakan pemerintah sudah mengalokasi dana khusus untuk mengatasi stunting tetapi perubahan perilaku juga harus dijalankan masyarakat. Terutama dengan didukung pemerintah daerah melalui strategi komunikasi.

“Kabupaten kota diharapkan punya peraturan strategi komunikasi. Ada yang sudah punya peraturan seperti perda, pergub tetapi belum punya strategi komunikasi. Ini tugas kita bersama agar kabupaten punya peraturan dan strategi komunikasi, untuk perubahan perilaku dalam upaya pencegahan stunting,” ujar Widodo dala e-workshop media Tanoto Foundation bertema Peran Komunikasi dan Perubahan Perilaku dalam Pencegahan Stunting.

BACA JUGA: Cegah Stunting, Bumil dan AUD Dapat PKH untuk Asupan Gizi  

Widodo mengatakan, Tanoto Foundation sebagai lembaga filantropi independen yang bergerak di bidang pendidikan, memiliki misi agar semua anak mampu mencapai potensi belajar yang maksimal, sesuai tahap perkembangannya, dan siap sekolah. 

Tujuan Tanoto ini dilakukan melalui kegiatan pengurangan stunting, peningkatan kualitas pengasuhan anak usia 0-3 tahun, serta peningkatan akses dan kualitas layanan pengembangan anak usia dini.

BACA JUGA: Kemenkes Diminta Terbitkan Juknis dan Juklak Penanganan Stunting

Semua pelayanan ini disalurkan melalui lingkungan belajar di rumah, pusat layanan anak usia dini (misalnya Posyandu dan PAUD), serta komunitas desa dan pemerintah desa.

"Kami didasari frame work yang di-develop oleh WHO yang berhubungan dengan kesehatan, gizi kemudian security dan safety, kemudian early learning dan responsive care giving. Itu semua yang melandasi kami dalam bekerja. Ada lima komponen," sambung Widodo.

 

Saat ini Tanoto Foundation memiliki program intervensi stunting di beberapa daerah. Di antaranya di Riau (Rokan Hulu), Sumatera Barat (Pasaman dan Pasaman Barat), Banten (Pandeglang), Jawa Barat (Garut), Kalimantan Selatan (Hulu Sungai Utara), Kalimantan TImur (Kutai Kartanegara), NTB (Lompok Utara dan Lombok Barat), NTT (Alor, Simot Tengah Selatan), Sulawesi Barat (Majene), dan Maluku (Seram Barat).

Widodo menjelaskan, tidak semua wilayah menerima program yang sama. Misalnya di enam wilayah di antaranya Pasaman Barat, Garut, Hulu Sungai Utara, Majene, Seram Barat, dan Alor.

Di enam wilayah itu, Tanoto Foundation bekerja sama dengan Alive&Thrive untuk melakukan studi mempelajari kebiasaan perubahan perilaku di area-area tersebut.

“Apa perubahan perilaku masyarakat desa tersebut terhadap pencegahan stunting. Lalu membuat semacam prototipe untuk perubahan perilaku. Misalnya sederhana di Hulu sungai Utara, Kalsel daerah yang produksi banyak ikan. Tetapi anak-anak di sana tidak banyak makan ikan; ikan lebih banyak dijual keluar. Setelah diteliti, ikan biasanya hanya dibakar atau digoreng sehingga salah satu rekomendasi dari studi ini, membuat resep masakan ikan sehingga anak-anak tidak bosan makan ikan,” papar Widodo.

Sementara itu, Kasie Peningkatan Peran Serta Masyarakat Kementerian Kesehatan drg. Marlina BR Ginting Manik mengatakan pemerintah saat ini terus berusaha meningkatkan kesadaran publik dan perubahan perilaku masyarakat dalam mencegah stunting di Indonesia.

"Kendala permasalahan stunting di Indonesia cukup kompleks, terutama  belum adanya kebijakan dan  implementasi terkait komunikasi  perubahan perilaku secara strategis," kata Dokter Marlina dalam webinar tersebut.

Dia mengatakan perlu Strategi Nasional Komunikasi perubahan perilaku yang terpadu. Pemerintah dalam hal ini, kata Marlina, menargetkan adanya perubahan perilaku mencegah stunting sudah lebih baik lagi di periode 2024.

Salah satu tujuannya adalah diterbitkannya regulasi/kebijakan di tingkat kabupaten/kota terkait KPP dalam pencegahan stunting di 514 kabupaten/kota di Indonesia.

"Selain ituditargetkan terlaksananya peningkatan kapasitas komunikasi antar pribadi bagi tenaga kesehatan (utamanya bidan, perawat, petugas gizi, petugas promosi kesehatan, petugas sanitasi) di Puskesmas. Yaitu 80% tenaga kesehatan di Puskesmas," tegasnya.

Target lain dari Kemenkes untuk mencegah stunting itu juga agar terlaksananya peningkatan kapasitas komunikasi antarpribadi bagi kader Posyandu. Diharapkan sebanyak 80 persen kader Posyandu melakukan perubahan perilaku untuk mencegah stunting. (flo/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler