jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah diingatkan tetap mewaspadai sejumlah risiko yang hampir permanen dalam menyusun dan menetapkan asumsi-sumsi makro perekonomian dalam Nota Keuangan RAPBN 2018. Terlebih, target pertumbuhan yang direncanakan pemerintah terkesan ambisius, yakni di angka 5,4 sampai 6,1 persen.
Beberapa risiko tersebut di antaranya proteksionisme perdagangan, rebalancing ekonomi Tiongkok, tren penguatan dolar AS yang memicu pembalikan arus modal di negara berkembang, harga komodita yang masih lemah, risiko geopolitik serta isu-isu struktuktural seperti penuaan populasi.
BACA JUGA: Tok Tok Tok... Paripurna DPR Setujui Tujuh Komisioner OJK Baru
Demikian disampaikan Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan di kompleks Parlemen Jakarta, Jumat (18/8), menyikapi penyampaikan Nota Keuangan RAPBN 2018 oleh Presiden Joko Widodo di sidang paripurna dua hari lalu.
Heri juga menekankan pada sisi pendapatan perpajakan dalam mengoptimalkan pendapatan negara. Dengan proporsi perpajakan berkisar antara 11-12 persen dari PDB, setelah berakhirnya program pengampunan pajak maka sumber pendapatan sangat bergantung pada optimalisasi perjanjian perpajakan internasional dan efektivitas dari pelaksanaan Perppu tentang AEoL.
BACA JUGA: Pansel Komisioner OJK Dinilai Tidak Profesional
Jika hal tersebut tidak terlaksana, Heri kurang optimis dengan realisasi perpajakan di tahun 2018. Dia justru mendorong pemerintah melakukan strategi yang lebih bersifat permanen, seperti menuntaskan RUU Perpajakan antara lain KUP, PPh, PPN, dan Bea Materai.
"Seluruh regulasi itu akan lebih menjamin usaha optimalisasi penggalian potensi dan pemungutan perpajakan," tambah politikus Gerindra ini.(fat/jpnn)
BACA JUGA: UGM Rekomendasikan Salah Satu Dosennya Jadi Pengawas BI
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam