Permainan Penyamun Keadilan di MA: Tergantung Order!

Senin, 15 Februari 2016 – 08:01 WIB
Uang. Foto: ilustrasi.dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan menjadikan kasus suap yang melibatkan Andri Tristianto Sutrisna pintu masuk untuk membersihkan para ’’penyamun keadilan’’ di Mahkamah Agung (MA). 

Sebab, selama ini banyak laporan indikasi rasuah di MA tapi tak kunjung ditindaklanjuti. Kasus Andri pun mengindikasikan adanya keterlibatan pihak lain.

BACA JUGA: Kejaksaan Agung Sudah Tak Sabar Sasar Riza Chalid

Indikasi keterlibatan pihak lain itu tampak dari tugas pokok dan fungsi (tupoksi) jabatan Kasubdit Kasasi Perdata yang disandang Andri. Dengan jabatan itu harusnya yang diurusi Andri hanya perkara perdata. Sementara, kasus pengusaha Ichsan Suaidi merupakan kasus korupsi yang masuk ranah pidana.

Di MA, urusan kasasi di ranah pidana maupun perdata sama-sama di bawah Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Badilum). Dirjen Badilum membawahi Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana serta Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata. Di sinilah muncul dugaan keterlibatan pejabat di Dit Pranata dan Tata Laksana Pidana. 

BACA JUGA: Korupsi Sumber Waras: KPK Mulai Garap Anak Buah Ahok

Andri sendiri memiliki tugas salah satunya mengkoordinir panitera hakim-hakim yang menangani satu perkara. Dia mengkoordinir penyerahan putusan dari masing-masing hakim. Putusan dikumpulkan, lalu diminutasi dan diketik ulang. Setelah itu putusan diserahkan kembali ke para hakim untuk dibaca ulang. 

Di sinilah Andri punya peluang main-main. Dia bisa mempercepat salinan putusan yang harusnya sesuai urutan (first in first out). Atau dia juga bisa menunda penerbitan putusan yang dipesan pihak tertentu. Intinya tergantung ’’order’’ yang masuk.

BACA JUGA: Ini Penjelasan Kapolda Jatim soal Keluarnya TR Racun Sianida

’’Mustahil dia yang ada di perdata bisa mencampuri urusan pidana kalau tidak ada kerjasama,’’ ujar sumber Jawa Pos. 

Sampai saat ini, Andri sendiri masih pasang badan. Setelah menjalani pemeriksaan Minggu dini hari (14/2), Andri menyebut tak ada keterlibatan pihak lain. ’’Tidak ada, tidak ada,’’ ucapnya saat hendak digelandang ke mobil tahanan KPK.

Sumber Jawa Pos menyebutkan, kebiasaan oknum di MA memang seperti itu. Ketika terjebak perkara mereka tidak akan ’’menggigit’’ rekannya. Berbeda dengan kebiasaan anggota DPR saat terjerat korupsi yang nyanyi kesana-kemari. Kasus korupsi yang diungkap KPK di tubuh MA sebelumnya menjadi salah satu contohnya.

Sebelum meringkus Andri, KPK pernah mengungkap kasus rasuah di MA yang melibatkan Djodi Supratman dua tahun lalu. Djodi merupakan staf Badan Diklat, Pelatihan Hukum dan Peradilan MA yang menerima uang dari pengacara Mario C Bernardo. 

Ketika itu, Djodi menjanjikan pengurusan kasasi ke Mario. Dia kerjasama dengan staf Hakim Agung Andi Ayyub Saleh, Suprapto. Sampai saat ini, kasus itu terputus hanya sampai Djodi. Padahal Suprapto dalam sidang mengaku bahwa Andi Ayyub minta tambahan uang suap.

Permainan yang kerap dilakukan oknum di MA biasanya menggunakan ’’operator-operator’’ pegawai kelas bawah. Bisa juga makelar kasus (markus) yang tak bekerja di dalam MA. Para operator itu biasanya menjalin komunikasi langsung dengan pengacara orang yang sedang berperkara di MA.

KPK sendiri masih menutup rapat hasil pemeriksaannya terhadap Andri dan dua tersangka lainnya. Meski begitu mereka menyebut tidak menutup kemungkinan kasus ini bisa menjadi pintu masuk untuk menggarap perkara lain di MA.

Kabag Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha mengatakan sejauh ini KPK masih fokus memeriksa tiga tersangka untuk mendalami modusnya. ’’Dari situ diharapkan ada petunjuk-petunjuk yang bisa digunakan untuk pengembangan perkara,’’ ujarnya. 

Untuk mencegah terjadinya komunikasi antar tersangka, pada Minggu dini hari (14/2), KPK melakukan penahanan di tempat yang berbeda. Andri ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur. 

Sementara pengusaha Ichsan Suaidi dititipkan ke Rutan Polres Jakarta Selatan. Sedangkan pengacara Awang Lazuardi Embat ditempatkan di Rutan Polres Jakarta Pusat.

Banyak Laporan 

Indikasi adanya mafia peradilan di MA juga diamini Mantan Komisioner Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh. Dia mengatakan selama lima tahun menjadi komisioner di KY, banyak laporan terkait indikasi rasuah di MA. Baik yang berkaitan dengan hakim maupun sekretariat. ’’Laporan itu kami tindak lanjuti dengan meneruskan ke MA, tapi buktinya masih ada yang terungkap,’’ ujar Imam.

Tak hanya laporan di KY, Ombudsman RI juga banyak menerima laporan terkait ketidakberesan di MA. Komisioner Ombudsman Budi Santoso mengatakan, laporan terbanyak yang berkaitan dengan MA ialah penundaan berlarut terkait kasasi dan peninjauan kembali.

Sebagaimana diketahui, Sabtu dini hari (13/2) KPK berhasil mengungkap permainan salinan putusan kasasi di MA melalui operasi tangkap tangan (OTT). Dari operasi itu KPK menangkap Andri, Ichsan dan Awang dengan barang bukti uang Rp 400 juta. Penyelidik KPK juga ikut mengamankan uang satu koper di rumah Andri di Kawasan Gading Serpong.

Uang diberikan Ichsan lewat Awang dengan maksud agar Andri menunda penerbitan salinan kasasi perkaranya hingga tiga bulan. Ichsan yang merupakan bos PT Citra Gading Asritama selama ini menyandang status sebagai terpidana kasus korupsi pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Mataram, NTB. Kasus itu sudah inkracht namun tak kunjung dieksekusi karena salinan putusan kasasi belum turun. (gun/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Marwan Dorong Desa Genjot Potensi Wisata


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler