Permen soal Land Swap Dinilai Tak Selesaikan Masalah

Selasa, 18 Juli 2017 – 16:27 WIB
Ilustrasi gambut. Foto: Riau Pos/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Forum Perjuangan Ekonomi dan Sosial Gambut Riau (FPESGR) Elwan Jumandri menanggapi lahirnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) P.40/2017 tentang Fasilitasi Pemerintah pada Usaha Hutan Tanaman Industri dalam rangka Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

Elwan menilai Permen P.40/2017 atau yang disebut Permen Land Swap sama sekali tidak menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan di Permen P.17/2017.

BACA JUGA: Industri Menggeliat, Perusahaan Mulai Terima Banyak Karyawan

“Ini namanya tetap tidak menyelesaikan, ya. Sebab, tidak jelas juga permen P.40 itu,” kata Elwan dalam keterangan tertulis yang diterima JPNN, Selasa (18/7) .

Elwan menjelaskan, Permen LHK P.40/2017 pada Pasal 7 ayat 1 menyebutkan areal lahan usaha pengganti (land swap) diajukan oleh pemegang IUPHHK-HTI paling lama enam bulan sejak revisi RKUPHHK-HTI disahkan.

BACA JUGA: Pemko-BP Batam Bentuk Timsus Cegah Galangan Kapal Mati Total

Menurut Elwan, aturan seperti itu tidak mempermudah pemegang izin usaha.

Sebab, pemegang izin usaha harus mencari dan mengajukan sendiri wilayah mana yang akan dijadikan lahan pengganti.

BACA JUGA: Duh, Industri Galangan Kapal Terpuruk, Sudah 184 Perusahaan yang Tutup

Pemerintah hanya menyediakan peta indikatif arahan pemanfaatan hutan produksi dan lahan-lahan yang dianggap tidak produktif.

Alokasi land swap diarahkan pada areal bekas HTI yang memiliki kinerja tidak bagussehingga dicabut izinnya atau dikembalikan.

Padahal, lahan-lahan seperti itu kebanyakan adalah lahan konflik.

“Kan sama saja menambah masalah untuk perusahaan. Diajukan lahan-lahan konflik kemudian setelah ada konflik baru mediasi. Seharusnya KLHK ngasih lahan-lahan yang sudah bersih dari konflik, ” ujar Elwan.

Jadi, meskipun Permen P.40/2017 menjanjikan akan memberi dukungan penanganan dan penyelesaian konflik, itu akan makan waktu dan merugikan.

Elwan mengaku sampai saat ini pihaknya belum diajak berdiskusi atau disosialisasikan oleh KLHK terkait Permen Land Swap ini.

Elwan berharap pemerintah dalam hal ini KLHK bisa bijak dalam mengeluarkan kebijakan.

Senada dengan Elwan, perwakilan FPESGR dari unsur pekerja Nursal Tanjung yang juga Ketua SPSI Riau menganggap Permen LHK P.40/2017 sama sekali tidak memberi solusi pada nasib pekerja yang terancam.

Land swap mungkin bisa sedikit mengurangi kerugian pengusaha, namun tidak bagi pekerja.

"Land swap itu di mana lahannya kalau di Riau yang 60 perse gambut. Kalau perusahaan mendapat land swap ke daerah lain, memindahkan sekian pekerja itu bukan perkara mudah, nasib pekerja tetap akan terancam,” ujar Nursal.

Sebagaimana diketahui, Permen LHK P.40/2017ditandatangani 4 Juli 2017 dan mulai disosialisasikan 13 Juli lalu.

Itumerupakan aturan lanjutan dari serangkaian aturan yang dikeluarkan Menteri LHK mengenai pengelolaan lahan gambut.

Dalam Permen LHK P.40/2017 terdapat tiga fasilitas yang diberikan pemerintah terhadap dunia usaha hutan tanaman industri.

Pertama, fasilitas dukungan penanganan dan penyelesaian konflik.

Kedua, Fasilitas dalam rangka Perhutanan Sosial. Ketiga, fasilitas pemberian areal lahan usaha pengganti (land swap).

Permen P.40/2017 juga mengatur tata cara pengajuan land swap bagi pemegang IUPHHK-HTI yang terkena dampak PP.57 tahun 2016 tentang tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dan Permen LHK P.17/2017 tentang tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri . (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gagal Bertemu Gubernur Riau, FPESGR Minta Permen LHK P.17/2017 Dikaji Ulang


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler