jpnn.com - JAKARTA - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mendapat pembelaan dari Direktur Eksekutif Populi Center, Usep S Ahyar.
Usep berharap publik tidak mempolitisasi pernyataan Burhanuddin yang mengatakan jika rekapitulasi suara (real count) Komisi Pemilihan Umum (KPU) memenangkan Prabowo, maka ada yang salah dengan perhitungan KPU.
BACA JUGA: Gelar Simulasi CAT, Kemenpan RB Siapkan 50 Laptop
Menurut Usep, pernyataan Burhan merupakan bentuk dari kegigihannya mempertahankan kebenaran hasil dan proses quick count yang telah dilakukan. Pernyataan itu juga bagian dari tanggung jawab keilmuan (scientific) Burhan.
“Jadi ya nggak usahlah ditarik-tarik ke proses politik,” kata Usep S Ahyar saat dihubungi wartawan di Jakarta, Senin (14/7).
BACA JUGA: Dino Patti Djalal Disumpah di Depan SBY
Diakui Usep, hasil quick count memang bisa saja salah. Ini berbeda denga real count KPU. Karena itu, dalam metodologi survei dan quick count, dikenal ada yang namanya margin of error, atau kesalahan yang ditolerir.
Usep menjelaskan, jika quick count itu dilakukan dengan kerangka penelitian, sampling dan metodologi yang benar secara ilmiah, maka hasilnya akan mendekati hasil yang sesungguhnya. “Yang penting, quick count itu bukan pada salah atau benarnya. Yang paling penting itu tidak bohong, setia pada metodologi, dan lainnya,” kata Usep.
BACA JUGA: Gelar Qunut Nazilah untuk Kehancuran Israel
Disebutkan, hasil quick count perolehan suara Pilpres yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pimpinan Burhanuddin, tak jauh berbeda dengan hasil quick count Populi Center.
Terpisah, Ketua Umum Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Nico Harjanto menilai, hasil real count KPU bukan tidak mungkin mengalami penyimpangan atau bias. Pasalnya, real count KPU itu dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat TPS, desa/ kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga tingkat nasional dan melibatkan banyak pihak.
“Sedangkan, quick count itu datanya langsung diambil dari TPS dan tidak melibatkan banyak orang seperti rekap manualnya KPU,” kata Nico Harjanto.
Sementara, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah dalam tweets-nya 10 Juli 2014 menuliskan, awalnya dia mengaku tidak percaya dengan hasil quick count karena dianggap sebagai upaya untuk mengarahkan suara pada calon tertentu.
Namun, setelah membaca dan mengetahui sejarah lahirnya quick count, barulah ia percaya. Awalnya, quick count justru dilakukan untuk melawan kecurangan oleh lembaga Pemilu yang dikendalikan Pemerintah Filipina. Setelah itu, quick count mulai populer di masyarakat.
“Kini quick count diragukan karena ada pertentangan hasil, 8 lembaga yang menangkan JJK (Jokowi-JK) Dan 4 lembaga yang menangkan PSHR (Prabowo Subianto-Hatta Rajasa). Kita tunggu saja hasil perhitungan KPU,” tulisnya. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Koalisi Merah Putih Yakin Dengan Integritas Golkar
Redaktur : Tim Redaksi