jpnn.com - JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyampaikan pernyataan tegas soal uang kuliah tunggal (UKT). Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) Kemendikbudristek Abdul Haris mengatakan bahwa pihaknya selalu mendengarkan dan menerima masukan secara saksama.
"Kami juga telah melakukan komunikasi intens dengan para pemimpin perguruan tinggi untuk menyamakan frekuensi dan menuju titik temu yang terbaik bagi kita semua. Dengan segala kerendahan hati, izinkan kami menyampaikan beberapa poin penting,” kata Dirjen Haris dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, Selasa (21/5).
BACA JUGA: Nadiem Irit Bicara Setelah Rapat soal UKT di Komisi X DPR
Poin pertama ialah terkait miskonsepsi bahwa UKT seluruh mahasiswa naik. Dia menegaskan tidak ada perubahan UKT untuk mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan.
"Apabila pemimpin PTN dan perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTNBH) menetapkan UKT baru, maka UKT tersebut hanya berlaku bagi mahasiswa baru,” jelas Haris.
BACA JUGA: Penjelasan Kemendikbudristek soal UKT Mahal, Jangan Gagal Paham
Dia pun memaparkan berdasarkan data Diktiristek, proporsi mahasiswa baru yang masuk ke dalam kelompok UKT tertinggi (kelompok 8 sampai dengan kelompok 12) hanya 3,7 persen dari populasi.
Sebaliknya, 29,2 persen mahasiswa baru masuk ke kelompok UKT rendah, yakni tarif UKT kelompok 1, kelompok 2, dan penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, sehingga melampaui mandat 20 persen dari UU Pendidikan Tinggi.
BACA JUGA: Ini Janji Nadiem Makarim Soal Kenaikan UKT yang Tidak Masuk Akal
Poin kedua adalah soal kemungkinan mahasiswa baru merasa keberatan terhadap penempatan kelompok UKT. Oleh karena itu, Haris menekankan bahwa PTN dan PTN-BH harus mewadahi peninjauan ulang kelompok UKT bagi mahasiswa yang mengajukan.
“Mahasiswa yang keberatan dengan penempatan kelompok UKT-nya, misalnya karena perubahan kemampuan ekonomi atau hasil penetapan tidak sesuai dengan fakta kondisi ekonominya, bisa mengajukan peninjauan ulang sesuai prosedur," ucapnya.
Pasal 17 Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kemendikbudristek mengatur bahwa mahasiswa, orang tua mahasiswa atau pihak lain yang membiayai mahasiswa dapat mengajukan kepada PTN maupun PTNBH peninjauan kembali UKT apabila terdapat ketidaksesuaian data dengan fakta terkait ekonomi mahasiswa.
Haris menyatakan PTN dan PTNBH harus memfasilitasi permohonan tersebut secara adil dan transparan, sesuai Permendikbudristek tentang SSBOPT.
Dia menambahkan jika masih ada keluhan setelah proses peninjauan ulang, maka mahasiswa baru bisa menyampaikan laporan melalui situs kemdikbud.lapor.go.id.
Nantinya, Direktorat Jenderal Diktiristek akan menindaklanjuti laporan yang masuk mengenai kebijakan UKT yang tidak sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024.
Sebagai contoh, Haris menyebut pihaknya secara intens berkomunikasi dengan rektor Universitas Riau (Unri) untuk mendorong komunikasi yang harmonis dan menegaskan keberpihakan kampus kepada masyarakat.
Berdasarkan komunikasi terakhir dengan rektor Unri, semua mahasiswa baru telah diberikan kesempatan untuk mengusulkan peninjauan ulang UKT sampai 16 Mei 2024.
Dari 50 mahasiswa baru, 46 mahasiswa mengajukan peninjauan ulang, kemudian 38 mahasiswa divalidasi dapat diturunkan kelompok UKT-nya.
Sampai saat ini, koordinasi dengan pemimpin PTN dan PTNBH terus dilakukan Ditjen Diktiristek, utamanya agar pemimpin PTN dan PTNBH memegang teguh asas berkeadilan dan inklusivitas, serta memastikan mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi terakomodasi pada kelompok UKT 1 senilai Rp 500 ribu per semester dan kelompok UKT 2 senilai Rp 1 juta per semester.
UKT 1 tersebut sama dengan R p84 ribu per bulan dan UKT 2 sama dengan Rp 167 ribu per bulan.
"Pengaturan ini guna memastikan agar PTN dan PTNBH tetap inklusif dan mahasiswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi tetap mempunyai kesempatan mengenyam pendidikan tinggi, " pungkasnya. (esy/jpnn)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Mesyia Muhammad