jpnn.com - WHO mengeluarkan pernyataan bahwa perokok, terutama di Indonesia, memiliki risiko yang cukup tinggi terhadap COVID-19. Risiko tersebut lebih dimaksudkan mengembangkan kondisi yang cukup parah ketika tubuh perokok terinfeksi.
Bagaimana tidak? Hampir 11% perokok orang dewasa di Indonesia mempunyai kadar gula darah yang cukup tinggi dan 1.5% menderita penyakit jantung. Akibatnya, perokok termasuk kelompok yang rentan terhadap gejala COVID-19 yang parah.
BACA JUGA: 5 Kiat Terhindar dari Asap Rokok dan Bahayanya
Akibat merokok terhadap sistem kekebalan tubuh
Selain itu, rokok juga berdampak buruk pada sistem kekebalan tubuh penggunanya. Begini, rokok mengandung berbagai senyawa kimia yang beracun dan salah satu racun tersebut adalah karsinogen yang dapat menyebabkan kanker serta karbon monoksida.
BACA JUGA: Benarkah Berhenti Merokok Bisa Mencegah Tertulari Virus Corona?
Kedua zat tersebut akan terhirup oleh saluran pernapasan dan kemudian memicu kerusakan organ.
Bahkan, organ sistem jantung, pembuluh darah, dan fungsi pernapasan akan menurun. Akibatnya, tubuh akan kesulitan melawan bakteri dan virus penyakit yang dihasilkan oleh lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan organ tubuh vital harus mengatasi kerusakan organ dan berusaha melawan racun dari paparan asap rokok.
BACA JUGA: Merokok Bisa Meningkatkan Risiko Strok?
Maka itu, rokok dapat melemahkan fungsi sel kekebalan tubuh dan mengurangi produksi antibodi pada manusia. Akibatnya, perokok mungkin memiliki risiko yang cukup tinggi dalam mengembangkan gejala COVID-19 yang lebih parah, seperti pneumonia dibandingkan mereka yang tidak merokok.
Cara kerja merokok dan efek jika terinfeksi COVID-19
Sebenarnya, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa perokok cenderung memiliki risiko terkena dampak yang parah ketika terinfeksi COVID-19. Selain merusak sistem kekebalan tubuh, cara kerja paru-paru perokok juga menjadi faktor yang menyebabkan kondisi parah tersebut.
Sebagai contoh, paru secara alami menghasilkan lendir. Akan tetapi, perokok menghasilkan lendir yang lebih banyak dan lebih tebal, sehingga paru-paru kesulitan membersihkan lendir tersebut.
Alhasil, lendir dapat menyumbat paru dan membuatnya lebih rentan terhadap infeksi virus dan bakteri.
Walaupun demikian, masih diperlukan studi lebih lanjut untuk menunjukkan peningkatan risiko Coronavirus di kalangan perokok. Akan tetapi, merujuk pada analisis kematian akibat infeksi SARS-CoV-2 di Tiongkok, jumlah laki-laki yang meninggal lebih banyak.
Kemungkinan besar hal tersebut berkaitan dengan fakta bahwa lebih banyak laki-laki Tionghoa yang merokok dibandingkan perempuan.
Hal ini dibuktikan melalui studi dari Chinese Medicine Journal yang mendiagnosis beberapa pasien Tiongkok dengan diagnosis pneumonia terkait COVID-19. Hasilnya, perkembangan penyakit hingga menyebabkan kematian terjadi 14 kali lebih tinggi di antara kelompok perokok dibandingkan mereka yang tidak merokok.
Maka itu, banyak ahli yang menyarankan para perokok untuk menghentikan kebiasaannya mengingat risiko mereka lebih tinggi menimbulkan kondisi yang parah jika terinfeksi COVID-19.
Bagaimana dengan orang yang sudah berhenti merokok?
Sampai saat ini masih belum diketahui apakah mantan perokok memiliki risiko lebih tinggi terkena COVID-19 dibandingkan mereka yang sama sekali belum pernah merokok.
Orang yang sampat saat ini merokok memang berisiko tinggi menderita infeksi paru-paru. Namun, organ pernapasan ini dapat sembuh ketika seseorang berhenti merokok. Belum diketahui berapa waktu yang dibutuhkan untuk mengurangi risikonya agar sama dengan mereka yang belum pernah merokok.
Walaupun demikian, mantan perokok mungkin mempunyai risiko lebih rendah terhadap komplikasi yang cukup parah ketika terinfeksi. Maka itu, sangat dianjurkan untuk berhenti merokok dari sekarang untuk mengembalikan fungsi paru-paru menjadi lebih sehat dan mengurangi risiko pneumonia serta bronkitis.(HelloSehat)
Redaktur & Reporter : Yessy