jpnn.com - JAKARTA - Menteri ESDM Sudirman Said telah menyalahi aturan atas perpanjangan izin kontrak ekspor konsentrat PT Freeport pada 25 Januari mendatang.
Pengamat hukum Tata Negara, Bachtiar Baetal mengatakan, norma pengaturan yang memberikan kewenangan kepada Menteri ESDM untuk memperpanjang izin eksport mineral sebagaimana dalam Pasal 12 Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.11 Tahun 2014, secara yuridis bertentangan dengan norma perundangan yang ada di atasnya yakni Peratuaran Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2014.
BACA JUGA: BI Prediksi Inflasi Januari 0,75 Persen
"Menurut Pasal 2 ayat (3) PP No.1/2014, mineral hasil tambang yang dapat diekspor hanyalah mineral hasil tambang yang telah dimurnikan,” jelas Bachtiaf dalam keterangannya, Sabtu (23/1).
Karenanya, hemat dia, ketentuan ini merupakan konsekuensi diwajibkannya setiap pemegang kontrak karya untuk melakukan pemurnian hasil tambang di dalam negeri. Namun, dalam Permen ESDM No.11 Tahun 2014, justru membolehkan kepada setiap pemegang kontrak karya dan IUP untuk mengeksport mineral hasil pengolahan (konsentrat), pemurnian, dan bahkan sebagian pemurnian sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3).
BACA JUGA: Proyek Dermaga Ahmad Yani Telan Rp 56 Miliar
"Hal demikian jelas tidak sejalan dengan norma di atasnya. Padahal hadirnya Permen tersebut merupakan perintah dari PP. Bagaimana mungkin norma PP yang mendelegasikan pembentukannya lebih lanjut dalam Permen tapi justru berantinomi normanya,” ungkap Bachtiar yang juga menjabat sebagai Anggota Kelompok Kerja Komisi Kejaksaan RI.
Diketahui, sebelum memberikan izin perpanjangan ekspor konsentrat kepada Freeport, ada beberapa pertimbangan yang seharusnya didalami oleh pemerintah Indonesia.
BACA JUGA: Tak Wajar, Harga Solar di Malaysia Lebih Murah dari Indonesia
Pertama, pembebanan bea ekspor maksimal seperti yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2014 pada Pasal 13 dan 14. Pasal tersebut menyebutkan secara tegas, bahwa perpanjangan rekomendasi akan diberikan apabila Freeport sudah memenuhi 3 syarat yaitu, kemajuan pembangunan smelter sudah mencapai 60 persen dari target setiap 6 bulan. Namun pada faktanya, ‘progress’ pembangunan smelter perusahaan Amerika itu baru mencapai 11persen dan Amdalnya belum selesai.
Kedua, Freeport sudah melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan yang sudah memenuhi baku mutu kualitas udara dan air sesuai UU. Dan terakhir, Freeport harus melunasi kewajibannya berupa penerimaan bukan pajak selama 6 bulan terakhir, serta dibebankan bea ekspor progresif sesuai kemajuan pembangunan smelter, sesuai Permen Keuangan nomor 153/PMK 011/2014.
Atas dasar itulah, mengapa banyak kalangan mempertanyakan keputusan Menteri Sudirman Said untuk memperpanjang izin ekspor konsentrat Freeport. Dan itu justru bertolakbelakang dengan pernyataan dia sebelumnya. Menurut Sudirman, Freeport sendiri sudah 3 tahun tidak membayar dividennya kepada pemerintah. Meski demikian, Menteri yang disebut-sebut masuk radar reshuffle Kabinet Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla malah memperpanjang kontrak tersebut. (sam)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Janji Pemerintah untuk Program Perumahan
Redaktur : Tim Redaksi