Pertahankan Disertasi, Hasto Tegaskan Karakter Megawati Tidak Bisa Dibandingkan dengan Jokowi

Jumat, 18 Oktober 2024 – 19:42 WIB
Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI), Jumat (18/10). Dokumentasi DPP PDIP

jpnn.com, DEPOK - Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri, tidak bisa dibandingkan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pernyataan itu didasarkan pada perbedaan watak antara Megawati dengan Jokowi dalam memimpin.

Hasto menyampaikan hal tersebut saat menanggapi pertanyaan untuk mempertahankan disertasinya pada Sidang Terbuka Promosi Doktor Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) di Depok, Jawa Barat, Jumat (18/10).

BACA JUGA: Hasto PDIP Raih Gelar Doktor dengan Predikat Cum Laude

Dalam sidang yang dihadiri Megawati itu, Hasto memaparkan disertasi berjudul ‘Kepemimpinan Strategis Politik, Ideologi, dan Pelembagaan Partai serta Relevansinya terhadap Ketahanan Partai: Studi pada PDI Perjuangan’ hasil penelitiannya sejak Agustus 2021.

Pada sidang itu, Prof. Dr. A Hanief Saha Ghafur sebagai salah satu ko-promotor bagi Hasto bertanya soal potensi konflik destruktif yang melanda PDIP pada masa mendatang. Menurut Prof Hanif, memang Megawati memiliki ketegasan kepemimpinan yang kuat di PDIP.

BACA JUGA: Hasto PDIP Makin Menyala, Jadi Doktor dengan Predikat Cum Laude dari SKSG UI

Namun, potensi konflik tetap ada, termasuk yang terjadi belakangan ini setelah Presiden Jokowi yang notabene kader PDIP justru mendukung putranya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi cawapres pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

 “Bagaimana PDIP menjaga ketahanan partai dari ancaman konflik yang destruktif ke masa depan, khususnya konflik terkini antara PDIP dengan Presiden Jokowi? tanya Prof Hanief.

BACA JUGA: Hasto PDIP Sidang Doktor di UI, Megawati Sampai Ganjar Hadir

Pertanyaan itu mengundang tawa dan tepuk tangan. Megawati bersama dua jagonya di Pilpres 2024, yakni Ganjar Pranowo dan Mahfud Md, juga hadir pada sidang terbuka itu.

Menanggapi pertanyaan itu, Hasto langsung merujuk penelitian untuk disertasinya.

“Antara PDI Perjuangan dan Ibu Megawati dengan Pak Jokowi, dari penelitian ini, sebenarnya tidak bisa dibandingkan karena nilainya berbeda,” ujar Hasto.

Setelah menyampakkan jawaban itu, Hasto mengambil jeda sejenak untuk memberikan kesempatan kepada hadirin bertepuk tangan.

Syahdan, Hasto membeber perbedaan karakter antara Megawati yang juga Presiden Kelima RI dengan Jokowi.

“Yang satu (Megawati, red) berjuang untuk Indonesia Raya yang sejati-jatinya. Yang satu (Jokowi, red) memenuhi karakter the triangle of authoritarian,” tutur Hasto.

Yang dimaksud the triangle of authoritarian ialah segitiga yang melibatkan kultur feodal, kekuasaan populisme, dan cara-cara machiavellianism.

Lebih lanjut peraih gelar doktor ilmu geopolitik dari Universitas Pertahanan (Unhan) itu mengutip machiavellianism, ajaran dari Nicolo Machiavelli tentang pemerintahan dengan kekuasaan tak terbatas yang menggunakan segala cara. Menurut Hasto, ada tiga aspek dalam machiavellianism.

“Yang pertama, jadilah orang munafik dan pembohong yang hebat. Yang kedua, mencapai hal-hal yang besar dengan menipu. Ini ada teorinya. Yang ketiga, tidak pernah kekurangan alasan yang sah untuk mengingkari janji-janjinya,” kata Hasto kembali mengundang aplaus.

Politikus asal Yogyakarta itu menambahkan Megawati selalu menanamkan hal penting kepada kader-kader PDIP, yakni berjanji kepada Bung Karno. Dengan suara terisak, Hasto melanjutkan paparannya.

“... agar Indonesia raya yang sejati-jatinya bisa diwujudkan…,” tuturnya.

Hasto menambahkan teori temuannya dalam disertasi itu juga terbukti pada partainya yang luka-luka saat menghadapi kekuasaan. Alumnus Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut lantas mengutip tulisan karya pemikir kebangsaan Doktor Sukidi.

Dalam salah satu tulisan, Sukidi mengutip pendapat ilmuwan politik Steven Levitsky. Mahaguru ilmu pemerintahan di Universitas Harvard itu menyebut abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan di lingkungan elite dilakukan melalui mekanisme terstruktur, sistematis, dan masif.

“Hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh pembunuh demokrasi,” ujar Hasto.

Dalam sidang terbuka promosi doktor itu, Hasto dinyatakan lulus dengan predikat cum laude. Pria kelahiran 7 Juli 1966 itu mengantongi indeks prestasi kumulatif 3,93.

 “Tim penguji memutuskan untuk mengangkat Saudara Hasto Kristiyanto dalam doktor program studi Sekolah Kajian Stratejik dan Global,” ujar Athor Subroto Ph.D. selaku ketua sidang.(jpnn.com)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari Ini Hasto Pertahankan Disertasi di UI, Semoga Dihadiri Bu Mega Sang Inspirasi


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler