jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI yang membidangi BUMN, Mufti Anam menilai, dikeluarkannya PT Pertamina (Persero) dari daftar JP Morgan ESG Emerging Market Bond Index (JESG EMBI) merupakan tamparan keras bagi BUMN migas itu.
”Ini tamparan keras, menurunkan reputasi perusahaan. Yang agak menyedihkan, hal ini terjadi ketika Pertamina baru saja menjalankan restrukturisasi kelompok usaha dan persiapan menuju IPO beberapa anak usaha,” kata Mufti, Jumat (25/6).
BACA JUGA: Pertamina Siap Unlock Value dan Akselerasi Bisnis Baru Lewat Investor Day
PT Pertamina (Persero) berada dalam pantauan untuk dihapus dari daftar JESG EMBI lantaran hanya memiliki bobot 49 basis poin di indeks yang mengukur pelaksanaan investasi bertanggung jawab tersebut.
Dalam publikasi JP Morgan pada pertengahan Juni lalu, disebutkan bahwa skor Pertamina turun di bawah ambang batas yang disyaratkan dan tidak lagi memenuhi syarat untuk dimasukkan ke JESG EMBI pada akhir Juni 2021.
BACA JUGA: Ini Enam Syarat Umum untuk Melamar Kerja di Pertamina Group
JPMorgan ESG EMBI disusun oleh JP Morgan, sebuah perusahaan jasa keuangan dan bank investasi multinasional, untuk memantau investasi yang bertanggung jawab dengan merujuk pada prinsip-prinsip pengelolaan environmental (lingkungan), social (sosial), dan good governance (tata kelola yang baik).
Penurunan skor Pertamina antara lain karena kebakaran kilang yang memaksa adanya evakuasi hampir 1.000 orang.
BACA JUGA: 2 Alasan Utama Indonesia Kembali Gandeng JP Morgan
Mufti memberi dua catatan terkait dikeluarkannya Pertamina dari JESG EMBI.
Pertama, bukti tak optimalnya direksi Pertamina dalam pengelolaan investasi berkelanjutan, termasuk memitigasi risiko operasional yang berdampak pada lingkungan dan sosial masyarakat.
”Ini kejadiannya seperti terus-terusan, mulai tumpahan minyak Blok ONWJ (Offshore North West Java), lalu kebakaran di Kilang Balongan (Jabar) dan Cilacap (Jateng). Tumpahan minyak mengganggu ekonomi nelayan. Kebakaran di kawasan kilang di Jabar telah membuat 1.000 warga dievakuasi,” kata Mufti.
”Kebakaran di Kilang Cilacap juga diduga membuat air sumur warga berwarna hitam,” imbuhnya.
Mufti menegaskan, kasus-kasus kelalaian semacam itu menunjukkan bahwa Pertamina abai terhadap manajemen risiko.
”Abai pada langkah pemeliharaan aset, abai memastikan SDM prima sehingga tidak ada human error, dan abai pada standar operasi secara aman,” ujarnya.
”Manajemen Pertamina jangan menganggap ini sebagai angin lalu. Merasa tidak memiliki lingkungan sekitar, merasa bukan asetnya, toh kalau ada kerusakan dan kebocoran, biaya perbaikan ditanggung perusahaan, juga asuransi. Jangan seperti itu,” imbuh politisi PDIP itu.
Catatan kedua, lanjut Mufti, adalah dampak pada reputasi perusahaan yang bisa menurunkan kepercayaan investor.
Hal tersebut bisa berimbas ketika Pertamina akan menerbitkan obligasi global yang nilainya selalu ratusan triliun rupiah.
”Meski rating secara finansial cukup stabil, tetapi perlu diingat saat ini kecenderungan investor global adalah menempatkan dananya pada perusahaan yang punya komitmen pada prinsip ESG, prinsip investasi berkelanjutan. Belum lagi Pertamina kan sekarang sedang siap-siap IPO anak usaha, jadi keluar dari JESG EMBI bisa berdampak kepada kepercayaan investor,” kata Mufti. (*/adk/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Adek