Pertamina Energy Forum 2023: Dorong Kolaborasi Nasional & Global Hadapi Trilema Energi

Selasa, 19 Desember 2023 – 11:54 WIB
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati saat memberikan sambutan pada acara Pertamina Energy Forum 2023 yang diselenggarakan di Ballroom Grha Pertamina, Jakarta, Senin (18/12). Foto: Dokumentasi Humas Pertamina

jpnn.com, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) terus mendorong kolaborasi nasional dan global untuk menghadapi tantangan trilema energi.

Sebagai BUMN Energi Nasional, Pertamina fokus menjawab tiga isu strategis, yakni energy security (ketahanan energi), energy affordability (keterjangkauan biaya energi), dan environmental sustainability (keberlanjutan lingkungan).

BACA JUGA: Percepat Transisi Energi, Pertamina-JOGMEC Kerja Sama dalam Pengukuran Emisi Metana

Hal ini ditegaskan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati saat membuka gelaran Pertamina Energy Forum (PEF) 2023 yang berlangsung di Jakarta, Senin (18/12)/

Nicke menyampaikan semua negara memiliki target yang sama untuk mencapai net zero emission atau bebas emisi, baik di tahun 2050 maupun 2060. Hal tersebut tergantung dari situasi di masing-masing negara.

BACA JUGA: Satgas Nataru Diaktifkan Lagi, Ikhtiar Pertamina Patra Niaga Jamin Kelancaran Distribusi Energi

“Setelah semua negara berkomitmen terhadap penurunan karbon emisi menuju net zero emission, ada optimisme, ada kegamangan, ada kekhawatiran. Namun, ini semua tidak menyurutkan langkah kami untuk terus melaksanakan transisi energi, seperti yang disepakati bersama,” ungkap Nicke saat acara yang berlangsung di Ballroom Grha Pertamina tersebut.

Terkait ketahanan energi, Nicke mengungkapkan laporan terakhir World Energy Council menyebut Indonesia menempati rangking 53 dunia.

BACA JUGA: Hadapi Natal dan Tahun Baru, Pertamina Bentuk Satgas Guna Jamin Ketersediaan Energi

Pada aspek ketahanan energi (energy security), rata-rata dunia skornya 58 (C), sedangkan Indonesia berada di skor 66 (A).

Artinya, ketahanan energi Indonesia lebih baik dibanding rata-rata dunia.

Bahkan, Nicke mengungkapkan, banyak negara maju skornya masih di bawah Indonesia.

Lebih lanjut Nicke mengatakan kondisi pandemi Covid-19 dan konflik geopolitik Rusia-Ukraina juga membawa dampak signifikan terhadap ketersediaan energi di negara-negara dunia.

Namun, hal tersebut tidak membawa dampak signifikan bagi Indonesia.

“Kita bisa melihat tidak ada dampak yang signifikan terhadap supply energy. Kita semua masih nyaman, bisa mengakses energi dengan harga yang affordable dengan berbagai kebijakan yang ada,” imbuh Nicke.

Untuk aspek energy equity, Nicke menilai perlunya sektor energi bisa mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dengan memberikan aksesibilitas energi yang adil dan merata.

Sektor energi juga diharapkan dapat mendorong industrialisasi, menyerap tenaga kerja yang dapat meningkatkan PDB dan daya beli.

Sementara itu, pada aspek environmental sustainability, jelas Nicke, saat ini Indonesia memiliki skor 63,1, sedangkan skor dunia yakni 66.

Pada kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri BUMN Prof Mohamad Ikhsan menyampaikan tantangan dan peran sektor energi dalam menuju Indonesia Emas 2045.

Menurutnya, Indonesia harus mampu tumbuh tinggi untuk keluar dari Middle Income Trap (MIT) sebelum 2045.

Gas dapat dioptimalkan menjadi sumber energi utama dalam masa transisi energi.

Adapun solusi yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi gas, di antaranya menjaga ekspor dan impor dan membuat pusat perdagangan di Indonesia.

Anggota Dewan Energi Nasional Satya Widya Yudha menyampaikan terkait ketahanan energi Indonesia dalam menghadapi perubahan Iklim.

Dia menyebutkan ada empat indikator ketahanan energi Indonesia, yaitu availability, accessibility, affordability, dan acceptability.

Dalam pembaruan kebijakan energi nasional terdapat grand strategy untuk tetap menjaga ketahanan energi dalam transisi energi, yaitu memaksimalkan energi terbarukan dan meminimalkan penggunaan fosil (batubara dan gasoline).

PEF tahun ini, Pertamina juga meluncurkan Pertamina Energy Outlook 2023 dengan tema 'Navigating Indonesia's Energy Transition: Climate Related Risk & Opportunity'.
Pada peluncuran tersebut, Senior Vice President Strategy and Investment Pertamina Henricus Herwin menyampaikan outlook energi Pertamina akan mengembangkan tiga skenario untuk memperhitungkan ketidakpastian tingkat pertumbuhan ekonomi dan laju transisi energi, yaitu melalui skenario Ordinary State, Appropriate Sustainability, dan Economic Renaissance.

Ordinary State merupakan skenario pada kondisi pertumbuhan ekonomi tidak terlalu jauh dari tren historis masa lalu Indonesia, di mana masih dibutuhkan perubahan structural untuk bisa meningkatkan statusnya dari negara berpendapatan menengah.

Selanjutnya Appropriate Sustainability adalah skenario dengan Indonesia tetap meneruskan komitmen untuk melakukan transisi energi dengan implementasi energi hijau dan transisi energi yang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.

Terakhir, skenario Economic Renaissance, ketika Indonesia berhasil menjadi negara berpendapatan tinggi dengan product domestic bruto tinggi sehingga berpengaruh terhadap permintaan energi dan mendapat dukungan terobosan teknologi yang mampu menurunkan emisi secara signifikan.

Ketiga skenario tersebut dibangun berdasarkan tingkatan nya, di mana Economic Renaissance masuk ke dalam high scenario.

Sementara itu, Ordinary State dan Appropriate Sustainability masuk dalam low scenario.

Outlook energi Pertamina juga memperhitungkan implikasi bauran energi Indonesia jelang 2060, seperti pengembangan batu bara, minyak, gas dan energi terbarukan.

Senada dengan Henricus, VP Pertamina Energy Institute, Hery Haerudin memaparkan outlook energi Pertamina terkait model roadmap transportasi, seperti EV, biofuel dan bahan bakar gas.

Ada pula campuran gas di sektor ketenagalistrikan, karena gas mengeluarkan CO2 yang lebih sedikit.
Pertamina juga melakukan bauran energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan, seperti tenaga surya dan nuklir, serta potensi energi angin.

Selain itu, juga menjalankan Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization and Storage.

Pertamina Energy Outlook 2023 memberikan gambaran kuantitatif beberapa skenario kebutuhan energi Indonesia di masa depan serta emisi karbon hingga tahun 2060, yang didasarkan pada tren makroekonomi dan visi pemerintah serta dunia usaha.

Pertamina Energy Outlook 2023 diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan, dan dapat memberikan kontribusi positif kepada pengambil kebijakan, pemangku kepentingan dunia usaha, investor, peneliti dan pemerhati bidang energi mengenai berbagai kemungkinan dan peluang pengembangan energi Indonesia di masa depan.

Forum tahunan Pertamina ini menghadirkan keynote speaker Anggota Dewan Energi Nasional Satya Widya Yudha, dan Staf Khusus Menteri BUMN Prof Mohamad Ikhsan.

Hadir pula Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto, perwakilan Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, SKK Migas, pimpinan perusahaan baik nasional maupun internasional, serta praktisi energi di Indonesia.

Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDG’s).

Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler