Pertamina Jadikan Biofuel Salah Satu Kunci Akselerasi Transisi Energi

Kamis, 14 November 2024 – 13:12 WIB
Wakil Ketua MPR sekaligus Anggota Komisi XII DPR Eddy Soeparno menjelaskan potensi biofuel Indonesia pada sesi panel Driving The Renewable Revolution : Unleashing Indinesia Renewable Energy Ambition di Paviliun Indonesia pada acara Conference of the Parties (COP) ke-29 di Baku Olympic Stadium, Azerbaijan. Rabu (13/11). Foto: Dokumentasi Humas Pertamina

jpnn.com, BAKU - PT Pertamina (Persero) menjadikan biofuel atau bahan bakar berbasis tanaman sebagai salah satu kunci strategis dalam mendukung transisi energi Indonesia.

Upaya ini pun didukung penuh oleh legeslatif maupun pemerintah.

BACA JUGA: Dirut Pertamina Paparkan Roadmap Bisnis Biofuel dan Dekarbonisasi di SALA Dialogues

Wakil Ketua MPR yang juga Anggota Komisi XII DPR Eddy Soeparno menyampaikan Indonesia memiliki potensi dan sumber biofuel yang melimpah.

Program B35 yang dilakukan Pertamina menjadi bukti konkrit dari upaya penurunan emisi.

BACA JUGA: Lanjutkan Program Langit Biru, Pertamina Terus Kembangkan Biofuel Ramah Lingkungan

"Indonesia juga memiliki sumber biofuel yang melimpah. Saat ini kita menggunakan B35, biodiesel 35, dari CPO. Kita memiliki sumber tebu, singkong, yang bisa digunakan sebagai bahan bakar nabati," kata Eddy Soeparno dalam panel di COP29, Rabu (13/11).

Apalagi, lanjut Eddy Soeparno, saat ini Pertamina sendiri sudah memiliki Sustainability Aviation Fuel (SAF) yang berbasis biofuel, termasuk dari minyak goreng bekas.

BACA JUGA: PGN dan KIS Biofuels Indonesia Jajaki Kerja Sama Pengembangan Biomethane

Baru-baru ini, Indonesia berhasil mencampur 5 persen bahan bakar penerbangan berkelanjutan, dan ini telah berhasil diuji coba dalam penerbangan sekitar dua tahun lalu dan akan terus ditingkatkan.

CEO of Pertamina New & Renewable Energy John Anis juga menjelaskan PNRE merupakan pionir dalam bisnis rendah karbon di Pertamina Grup.

Selain meningkatkan kapasitas pembangkit EBT, PNRE juga mengembangkan biofuel.

"Kami memiliki banyak program, namun ini didasarkan pada apa yang kami sebut sebagai strategi pertumbuhan ganda. Karena kita masih memerlukan bahan bakar fosil, namun lebih bersih, dan pada saat yang sama kita harus mulai beralih ke bisnis rendah karbon. Jadi kami memaksimalkan bisnis tradisional sekaligus mengembangkan bisnis rendah karbon," kata John Anis.

Dia juga menjelaskan PNRE telah memiliki peta jalan pengembangan bioetanol hingga tahun 2031 untuk mendukung dekarbonisasi di sektor transportasi.

Hingga 2034 mendatang, John menjelaskan proyeksi demand atas biofuel bisa mencapai 51 juta liter.

Saat ini Pertamina NRE bekerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) berencana membangun pabrik bioetanol di Banyuwangi dengan kapasitas produksi 30 ribu kiloliter (KL) per tahun.

"Untuk bioetanol, kita memiliki ambisi meningkatkan kapasitas produksi, salah satunya dengan reaktivasi pabrik di Banyuwangi, Glenmore, dengan mengambil molase sebagai bahan baku bioetanol tanpa mengganggu produksi gula," kata John.

Di bisnis karbon, Pertamina NRE saat ini telah menjadi pemain utama perdagangan kredit karbon di Indonesia dengan menguasai pangsa pasar 93 persen.

Kredit karbon Pertamina NRE bersumber tidak saja dari pembangkit listrik energi rendah karbon, tetapi juga bersumber dari nature based solutions (NBS).

Sejak mempelopori perdagangan karbon di bursa karbon tahun lalu, sebanyak 864 ribu ton CO2 kredit karbon saat ini telah terjual habis.

Dalam inisiatif NBS, Pertamina telah bermitra dengan partner strategis.

“Untuk mengakselerasi transisi energi dan merealisasikan target 75 GW listrik berbasis EBT hingga 15 tahun mendatang, diperlukan kolaborasi agar investasi dan pengembangan EBT menjadi lebih agresif di Indonesia dan menjadi lebih mudah diakses dengan harga terjangkau bagi masyarakat,” pungkas John. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler