Pertamina Tanam Ribuan Mangrove

Kamis, 05 Juni 2014 – 11:58 WIB

TIGA tahun kedepan Kampung Muara Ujung, Desa Muara, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten dipercaya menjadi kawasan ekowisata yang bersandar pada pelestarian kawasan lindung mangrove.
Kendati pada 2002 silam abrasi melanda 197,3 hektar pesisir pantai kawasan lindung mangrove di wilayah tersebut. Kuliner khas masyarakat berupa Bandeng Muara dipastikan menjadi satu ekowisata yang mampu menyedot wisatawan.
Berupaya kembalikan fungsi ekologis serta meningkatkan peran ekonomis kawasan lindung di pesisir pantai, PT. Pertamina (Persero) melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) merehabilitasi kawasan lindung mangrove di lokasi tersebut.
Bersama masyarakat desa yang notabene bermata pencaharian nelayan darat, Pertamina sejak 2012 silam sedikitnya berhasil menanam 175 ribu bibit mangrove jenis baku dan api-api. Jumlah itu mengembalikan 109,9 hektar kawasan lindung mangrove yang hilang karena kurang pedulinya masyarakat terhadap bahaya abrasi dan sapuan ombak.
Bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia yang jatuh setiap 5 Juni, Pertamina berkesempatan melihat kembali hasil budi daya masyarakat Desa Muara dalam menyemai, menanam, dan memelihara tanaman mangrove.
Selain bertujuan mengembalikan kesimbangan eksosistem pantai yang terkena abrasi air laut sejak 2002, program ini juga bagian pengoptimalan fungsi membangun kawasan ekowisata yang bersandar pada pelestarian hutan.
"Misi Jangka panjang kami, kedepannya masyarakat dapat menikmati kawasan wisata ekologis yang nyaman yang diperlengkapi sarana pendukung yang layak, seperti dock, cottage, tracking mangrove, menara pandang, dan sebagainya," terang Binu Bowo Ispramito, Pjs CSR Manager PT. Pertamina, Rabu (4/6).
Dengan demikian, terang dia, masyarakat sekitar dapat menikmati manfaat ekonomis yang besar. Secara fungsi sosial ekonomi, terjaganya hutan mangrove berfungsi sebagai habitat satwa ikan, udang dan kepiting. "Adapun perbaikan ekosistem air ini berpotensi mendatangkan nilai ekonomis bagi masyarakat," ujarnya.
Sementara fungsi ekologis, lanjut dia, berperan dalam mitigasi perubahan iklim melalui penyerapan karbon. "Selain itu juga mencegah timbulnya kerusakan pantai yang diakibatkan proses sedimentasi dan abrasi. Sebab itu, kami akan selalu mendukung upaya pelestarian hutan mangrove di Indonesia," imbuhnya.
Dampak terburuk abrasi, sejarak 600 – 1.000 meter dari bibir pantai, ribuan rumah warga hilang tersapu ombak. "Lahan yang dulunya hutan, kini menjadi laut. Yang kami pertahankan ini sisa-sisa ujung laut," kata Ari Gunarso, Peneliti Lembaga Bina Landscape dan Lingkungan Universitas Trisakti Jakarta yang juga hadir dalam kunjungan tersebut.
Ia mengatakan, lebih dari puluhan tahun sudah ratusan hektar lahan yang termakan abrasi. Itu terjadi pasca meledaknya penambangan pasir liar di medio 80-an. Hasil itu diperparah, dengan terbuka liarnya kawasan lindung mangrove menjadi tambak udang dan ikan bandeng.
Padahal, Desa Muara yang tadinya milik Perhutani ini merupakan kawasan lindung mangrove berjenis bakau dan api-api. Usaha tambak yang ada bukan lagi berstatus lahan garapan, tapi diakuisisi oleh masyarakat. "Kini masyarakat berharap, kerusakan ini dikembalikan seperti semula, penghijauan dan pelestarian kawasan lindung," kata dia.
Dampak langsung abrasi, bukan lain interusi air laut. Air tanah berasa asin dan lengket di kulit. Nilai higienisnya pun agak sulit dipastikan kebersihannya. "Masyarakat disini mudah terserang penyakit tropical seperti malaria, diare, dan radang mata," katanya.
Dampak lain berkelanjutan pada penghasilan masyarakat yang notabene nelayan tambak. Meningkatnya intensitas penggunaan air bersih membuat mereka sulit bergerak. "Diujung pantai muara ini ada arus yang cukup tinggi. Musim angin barat, timur, dan utara, ketinggian pasang-surut pantai berbeda-beda. Dengan adanya penghijauan ini, saya yakin kelamaan akan kembali normal," ujarnya.
Melalui prakarsa CSR PT. Pertamina ini, konsep penghijauan kembali kawasan lindung manggrove terlaksana. Kata Ari, konsep penghijauan ini bukan asal tanam. Tapi bermoto, semai, tanam, pelihara, aktif.  "Jadi tidak hit and run, tanam terus tinggal. Bahkan, dalam program ini ada penelitian terkait penanaman dan faktor sosial. Tentunya semua keberhasilan ini perlu peran masyarakat, kepedulian ini yang kita dorong," bebernya. (asp)

BACA JUGA: Pertamina Rehabilitasi Mangrove di Teluk Naga

BACA ARTIKEL LAINNYA... Imigrasi Jaksel Usir 26 Guru JIS


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler