Sejumlah pengamat pertanian mengatakan petani akan membayar lebih biaya produksi di tahun 2015, karena nilai pangsa ekspor yang bersaing dengan harga ritel lokal.
Pertumbuhan ekspor kemungkinan akan membuat konsumen Australia membayar lebih mahal untuk produk makanan dalam negeri.
BACA JUGA: Balikkan Rantai Makanan, Katak Ini Makan Ular
Meski pertumbuhan ekspor ini diharapkan juga dapat menggenjot investasi agribisnis yang lebih besar dan ekspansi pasokan sumber pangan.
Sayangnya, saat pemerintah Australia sedang memuji ekspor sektor pertanian yang dianggap dapat pemimpin ekonomi lewat ekspor, petani malah pesimis soal motif politik yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan pertanian.
Beberapa pihak mengatakan hambatan terbesar bagi pertumbuhan sektor pertanian adalah kondisi politik yang tidak berubah atau bahkan politik yang terbagi.
BACA JUGA: Paus Francis Tunjuk 20 Kardinal Baru Termasuk dari Myanmar dan Vietnam
Di penghujung tahun 2014, kado terbaik bagi para petani Australia adalah nilai dolar Australia yang menurun.
Pertanian Australia didominasi oleh ekspor, dengan komoditas unggulan, seperti gandum, canola, juga hewan ternak untuk pasar luar negeri.
BACA JUGA: Australia Kembalikan Patung Budha Curian ke India
Selain itu beberapa produk premium, seperti daging sapi dan produk bernilai tinggi, termasuk produk susu dan keju juga ikut diekspor.
Ahli strategis pertanian di Australia, Dr David McKinna mengatakan saat dolar Australia mulai turun, banyak produsen produk pertanian bernilai tinggi yang tidak dapat bersaing di pasar global.
"Saya rasa dolar akan berada di bawah 80 sen dolar Amerika Serikat di tahun 2015, dan ini akan membuka pasar ekspor lebih jauh," ujarnya. "Dalam lima tahun kebelakang, kita tidak bisa mengekspor karena mata uang satu dolar Australia yang sempat menyentuh 90 sen dolar Amerika Serikat, bahkan lebih tinggi lagi.
Menurut Dr McKinna juga nilai mata uang Australia yang tinggi di pasar global menyebabkan harga produk di dalam negeri menjadi murah.
"Karena tidak bisa diekspor, produk-produk pangan membanjiri pasar lokal dan akibatnya harga di dalam negeri jadi mudah," jelasnya. "Tapi kini keadaannya sudah sebaliknya, banyaknya permintaan seperti daging sapi dan kambing menyebabkan harganya naik."
Meski nilai tukar mata uang dolar Australia yang turun bisa mendorong ekspor, tetap saja ada membuat biaya produksi di sektor pertanian Australia tetap mahal.
Para petani di Australia dikenal memiliki biaya produksi yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara lainnya.
Biaya produksi yang mahal ini antara lain karena biaya pupuk dan bahan bakar, upah pekerja, tunjangan pensiun, asuransi, persyaratan kesejahteraan hewan, biaya untuk pengelolaan lingkungan dan limbah, dan sebagainya.
Australia memang memiliki kualitas produk pertanian yang baik, tetapi masih mahal jika memakai standar komoditas global.
Menurut pengamat pertanian darii Pac Partners, Paul Jensz, menjadi tantangan petani di Australia untuk bisa menggaris bawahi apa yang menyebabkan produknya berbeda sehingga konsumen tidak keberatan membayarnya lebih.
Sektor pertanian di Australia pun selalu mudah terdorong oleh keputusan politik, selain juga sangat ketergantungan dengan cuaca.
Direktur utama dari Institut Pertanian Australia, Mick Keogh, mengatakan setelah diabaikan begitu lama oleh pemerintah, tahun 2015 adalah saat yang penting bagi sektor pertanian.
Ia tidak begitu optimis dengan kebijakan yang akan dirilis pada tahun 2015. Menurutnya para petani harus harus siap jika kebijakan yang belum tentu akan membuat perubahan.
"Itulah sifat politik hari ini, proses perubahan yang selalu cukup lambat. Selalu ada posisi yang dinegosiasikan melalui legislatif," ujar Mick.
BACA ARTIKEL LAINNYA... PM Tony Abbott Berkunjung ke Irak