jpnn.com, BANDA ACEH - Kepala Bank Indonesia (BI) Cabang Aceh, Zainal Arifin Lubis mengatakan ekonomi Aceh mengalami pertumbuhan sebesar 5,74 persen atau di atas rata-rata nasional dan Sumatera selama triwulan II tahun 2018.
“Secara umum meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ini hanya bersifat situasional. Belum menunjukkan adanya perubahan fundamental ekonomi Aceh yang masih lemah," kata Arifin.
BACA JUGA: Genjot Ekspor, Garudafood Siapkan Belanja Modal Rp 800 M
Jika melihat laju inflasi pada September 2018 - rata- rata tumbuh 0,74% (mtm), 0,51% (ytd) dan 2,33% (yoy).
Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi serta pengendalian inflasi tersebut diperlukan penguatan sinergi antara Pemerintah Aceh, BI, dan intitusi terkait lainnya.
BACA JUGA: Pelindo I Punya Direksi Baru
Sementara itu pertumbuhan kredit di Aceh Agustus 2018 sebesar 8,73% (yoy) dengan dominasi kredit untuk keperluan konsumsi (58,19% ), diikuti kredit modal kerja (30,28%), dan investasi (11,53%).
Dari sisi risiko kredit, tingkat NPL di Aceh menunjukkan tren menurun di level 2,00%. Sektor yang berisiko dengan NPL tertinggi masih pada sektor konstruksi (12,26%).
BACA JUGA: Arah Kebijakan BBM Tidak Jelas
Selanjutnya, penyaluran kredit kepada UMKM di Aceh tercatat 5,09% (yoy), meningkat dibanding tahun sebelumnya (3,82%, yoy) dengan tingkat NPL 5,29% (yoy), menurun dibanding tahun sebelumnya (5,84%).
Dari sisi keuangan pemerintah, sampai dengan September 2018, realisasi APBA tercatat 43,10%, lebih rendah dibanding realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya (49,00%).
Sampai dengan triwulan II-2018, pengedaran uang kartal di Provinsi Aceh mengalami net outflow Rp2,67 triliun, berbeda dgn triwulan sebelumnya yang mengalami net inflow Rp 0,54 triliun.
Sementara itu, transaksi ritel melalui SKNBI tercatat sebanyak 79.047 transaksi dgn nilai transaksi sebesar Rp 3,04 triliun, turun dibanding triwulan sebelumnya sebesar Rp3,19 triliun.
Secara keseluruhan, kata Arifin perekonomian di Aceh tahun 2018 diperkirakan tumbuh 4.75-5,15% (yoy) dengan laju inflasi 3,52-3,92% (yoy).
Arifin menghimbau masyarakat untuk tetap berhemat dengan keuangan. Sebab ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi, sehingga mendorong para investor menarik keluar dananya dari negara-negara berkembang dan menempatkannya pada aset-aset yang dianggap aman, khususnya di AS.
Ini menjadi salah satu faktor pemicu meningkatnya tekanan terhadap mata uang negara-negara berkembang. (imj/mai)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pacific Garden Style, Pelopor Apartemen Berbasis Komunitas
Redaktur & Reporter : Budi