jpnn.com, JAKARTA - Presiden Direktur PT Bank HSBC Indonesia, Sumit Dutta, perekonomian Indonesia cukup baik, stabil dan kondusif. Bahkan Indonesia juga masih berada di radar investasi dunia.
Hal tersebut disampikan Sumit Datta dalam sebuah acara diskusi “HSBC Indonesia Economic Update, Momentum Emas Ekonomi Indonesia” di Jakarta, beberapa waktu lalu.
BACA JUGA: Rizal Ramli: Ngapain Jokowi Presiden Lagi, Kok Tega?
Sumit melanjutkan, selama setahun terakhir, perekonomi Indonesia juga mampu tumbuh sekitar 5,17 persen berkat kebijakan fiskal yang sangat hati-hati. Tingkat inflasi rendah di bawah 4 persen dalam empat tahun terakhir.
BACA JUGA: HSBC Indonesia Genjot Commercial Banking
BACA JUGA: Konsumsi Rumah Tangga Kontributor Terbesar Pertumbuhan Ekonomi
Padahal lanjutnya, perekonomian global, termasuk Indonesia, masih menghadapi ketidakpastian. Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok masih menjadi ancaman.
"Begitu pula kemungkinan The Federal Reserve akan menaikkan suku bunga karena berpotensi memukul mata uang banyak negara di dunia juga akan menjadi ancaman lainnya," kata dia.
BACA JUGA: Begini Cara Kubu Prabowo Menumbuhkan Ekonomi Indonesia
Meskipun demikian, tambah Sumit Dutta, peringkat utang Indonesia yang meningkat ke level investment grade selama dua tahun terakhir.
“Peringkat itu diberikan tiga lembaga pemeringkat global, yakni Standard & Poor’s (S&P), Fitch, dan Moody’s. Ini merupakan yang pertama kalinya sejak Indonesia mengalami krisis keuangan pada 1997-1998,” sambung dia lagi.
Menurut Dutta, HSBC melihat Indonesia sebagai pasar yang strategis dan penting. Ke depan, Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan dunia.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah berusaha meningkatkan lagi pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca pemilihan umum 17 April, yakni sekitar 5,3 - 5,6 persen pada tahun ini dan 2020.
Hanya saja, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi Indonesia juga membutuhkan investasi yang tinggi. Kebutuhan investasi pada 2019 sekitar Rp 5.276 triliun dan 2020 sekitar Rp 5.803 - 5.823 triliun.
“Ini antara lain akan dipenuhi dari sektor perbankan yang diharapkan tumbuh 13,5 sampai 15 persen dan pasar modal diperkirakan tumbuh sebesar 10 persen,” kata Darmin.
Sementara itu, penanaman modal asing langsung (foreign direct investment/FDI) diharapkan meningkat menjadi Rp 427-429 triliun. Hal ini, kata Darmin, antara lain didukung oleh kebijakan insentif fiskal dan relaksasi Daftar Negatif Investasi, dengan tetap menjaga ketahanan usaha dalam negeri.
Darmin menambahkan, pemerintah juga terus menyiapkan sejumlah kebijakan untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur dan menciptakan iklim investasi yang kondunsif bagi dunia usaha.
“Pemerintah menyadai perlu dilakukan reform dalam Terms of References perizinan usaha, belum sempurna benar tapi perubahan besar sudah terjadi, dengan kita ciptakan Online Single Submission,” tambah Darmin.
Pemerintah juga akan mulai fokus terhadap pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui program-program vokasi.
Menteri Keuangan 2013-2014, Chatib Basri, menyampaikan saat ini tidak mudah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5 persen karena kondisi perekonomian global. Tetapi untuk meningkatan pendapatan per kapita, pertumbuhan harus di atas 5 persen. Caranya, lewat saving, foreign direct investment, dan economic reform. “Tidak cukup hanya lewat kebijakan fiskal dan moneter saja,” ujar Chatib.
Chatib menekankan, Indonesia mau tidak mau harus meningkatkan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen jika ingin meraih momentum emas pada 2045. Sebab jika tidak, pada tahun tersebut pendapatan per kapita Indonesia masih tetap akan rendah dan pada 2050 Indonesia sudah kehilangan bonus demografi dari penduduk yang berusia produktif.
“Jika pertumbuhan ekonomi ini tidak kita kejar dari sekarang, bisa-bisa kita akan menjadi tua sebelum menjadi kaya. Sebab, pada 2050 kita sudah tidak memiliki bonus demografi lagi,” kata Chatib.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, agar bisa mencapai era keemasan pada 2045, setidaknya Indonesia perlu melakukan dua langkah, yaitu inklusi keuangan dan peningkatan human capital.
“Kedua langkah tersebut harus ditopang sejumlah pilar seperti pilar ketahanan moneter dan fiskal serta meningkatnya pertumbuhan sektor riil," ujarnya. (mg8/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Debat Kelima Pilpres: Jokowi Utamakan Pemerataan ketimbang Pertumbuhan Ekonomi
Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha