Perumus UU Tipikor Kritisi Kejanggalan Kasus Suap Daging Sapi

Sabtu, 05 Oktober 2013 – 19:01 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pakar hukum Prof Romli Atmasasmita menilai kasus suap dalam pengurusan kuota impor daging sapi yang bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  lemah dari sisi korupsi. Menurutnya, unsur memperdagangkan pengaruh (trading influences) yang dituduhkan pada mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, sebenarnya belum diatur dalam pasal-pasal di Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Berbicara dalam sebuah diskusi bertema "Mengkritisi Kasus Suap Impor Sapi" di JS Luwansa Hotel Jakarta, Sabtu (5/10), Romli menuturkan, ada kerancuan dalam surat dakwaan jaksa KPK karena menempatkan Luthfi sebagai Presiden PKS yang berupaya mempengaruhi Menteri Pertanian (Mentan) Suswono untuk mengubah kuota impor daging sapi. Padahal, tidak ada ketentuan dalam UU Tipikor Pemberantasan Korupsi tentang memperdagangkan pengaruh.

BACA JUGA: Kinerja Buruk, Atut Hanya Mampu Kalahkan Papua Barat

"Jadi kalau kasus Luthfi itu trading influences, di mana nyambungnya? Kalau Luthfi dapat uang dari Fathanah, itu pun paling jauh kena gratifikasi," ujar Romli dalam sebuah diskusi bertema "Mengkritisi Kasus Suap Impor Sapi" yang digelar di JW Luwansa Hotel Jakarta, Sabtu (5/10).

Lebih lanjut guru besar ilmu hukum di Universitas Padjadjaran Bandung itu mengatakan, kasus suap dalam UU Tipikor selalu menyangkut penyelenggara negara. Namun, Luthfi dalam surat dakwaan justru disebut sebagai Presiden PKS. Padahal, lanjut Romli, pihak yang bisa membuat kebijakan tentang kuota impor daging sapi adalah Mentan. Namun, Suswono sudah menyatakan bahwa tidak ada perubahan kuota impor termasuk untuk PT Indoguna Utama. 

BACA JUGA: Lantik Boy Sadikin, Optimistis PDIP Kuasai Jakarta

"Pertanyaannya sampai atau tidak (uang suap, red) ke Mentan? Trading influences belum diatur. Kecuali memang ada bukti bahwa uang itu untuk mempengaruhi kebijakan," lanjutnya.

Mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum di Kementerian Hukum dan HAM yang pernah merumuskan UU Tipikor dan KPK itu bahkan menilai jerat korupsi untuk Ahmad Fathanah juga lemah. Sebab, Fathanah hanya sebagai perantara.

BACA JUGA: Duga Narkoba untuk Hilangkan Stres Beban Kerja Ketua MK

Romli menjelaskan, perantara tidak diatur dalam Konvensi PBB Tentang Antikorupsi (United Nations Convention Against Corruption/UNCAC). Meski Indonesia sudah meratifikasi UNCAC, namun pasal jual beli pengaruh maupun peran perantara juga tidak ada diatur dalam UU Tipikor. "Kasus Luthfi nggak masuk soal trading influences. Ini perluasan pasal 55 KUHP (perbuatan turut serta, red)," tegas Romli.

Bagaimana dengan dakwaan tentang pencucian uang? Romli mengatakan, harus ada pembuktian kejahatan korupsinya terlebih dulu baru digunakan pasal pencucian uangnya. "Logikanya, bagaimana mau cuci baju kalau bajunya saja belum ada?" kata Romli membuat perumpamaan.

Karenanya Romli mengaku heran dengan langkah KPK yang bergerak cekatan menjerat Luthfi setelah menangkap Fathanah. Sebab, sebenarnya kasus suap itu bukanlah tangkap tangan. "Saya melihatnya ada kecerobohan KPK. Kenapa KPK yang biasanya hati-hati jadi terburu-buru?" pungkasnya.(ara/jpnn)

 

:ads="1"

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rekomendasi dari Istana, Tunda Persidangan di MK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler